Anak-anak libur sekolah, kami di rumah saja menikmati kebersamaan. Lagipula, nggak mungkin kami ninggal papanya yang tidak cuti. Ya, kami memang tidak biasa pergi liburan ninggalin papanya sendirian di rumah. Kasihan Ma, anak yatim.... ha.... ha.... ha.... begitu anak-anak bercanda.
Hari ini Mas Rafi minta nasi goreng ikan asin ala Mama, Mas Hafizh pengen membuat “roti cane” ala kami, Mas Farras hayo aja semua disikat. Mas Rafi dan Mas Farras jagain princess cantik, Mas Hafizh ngupas dan nguleg bawang untuk bumbu, juga “nguleni” adonan roti.
“Maaa, ada mBak Ira dari Bee magazine.” Aku memang janji nemuin sales Bee. Ternyata yang ditawarkan kami sudah punya. Maklum, kami keluarga “pembaca”!
“Mas tahu nggak kalau Bee itu yang punya Om Sundoro temen Mama Papa?”
“Teman seangkatan Mama ya?”
“Iya. Hebat ya dia, usahanya OK lho! Teman Mama yang lain juga hebat lho. Ada yang sudah jadi pejabat. Nggak Cuma yang laki-laki, yang perempuan juga sudah pada sekolah ke Amerika dan sekarang sudah jadi pejabat di kantor. Hebat ya mereka?”
“Nggaaak, biasa aja. Hebatan juga Mama!”
????????????
“Apa hebatnya Mama kok Mas bilang lebih hebat dari mereka?”
“Lha Mama malah ngajari orang yang kuliah S3 di Amerika, teman Mama Cuma kuliah S2 kan? Mama nanti juga bakalan punya perusahaan dan sekolahan di Amerika dan negara lain di seluruh dunia. Trus, anak-anak Mama nanti juga sekolah atau ngajar di Amerika. Tinggal di mana aja negara di dunia semua perlu kami”
“Iya, betul Mas, Mama juga cantik, pinter, hebat! Kalau Mama masih ngantor, pasti Mama sudah jauh lebih dari mereka!”
"Iya, Mama kan nggak ngantor karena sayang sama kita, karena menurut Mama kita jauh lebih penting dari karir Mama, karena Mama mau yang terbaik yang ngurus kita.............yaitu MAMA! Iya kan Ma?"
“Mama nggak punya Bee tapi ngasih teman Mama yang punya Bee sama semua karyawannya uang. Kan Mama pembelinya.”
Begitu celoteh mereka bertiga yang membuatku “melambung”. Mereka memang paling bisa membuatku senang dan makin yakin akan keputusanku menjadi “pencetak generasi” dan meninggalkan karir di kantor.
“Nasi goreng sudah masak, Maa? Baunya sedap sekali. Aku jadi lapar nih!”
“Gimana, kurang apa nasi gorengnya?”
“Waah, enak sekali. Nggak kurang apa-apa. Boleh nambah nggak nanti?”
“Ya of course, Mama masak banyak kok.”
He he he, padahal aku kehabisan garam. Mau beli, di luar hujan, nyuruh anak nggak tega. Karena ada ikan teri yang memang asin, jadi lumayan tertolong.
“Maa, kalau nggak ada ikan asinnya nasi gorengnya kurang asin ya?” Rupanya anak sulungku sudah tahu rasa. O’ o’ saya ketahuan!
“Memang sih Mas, tapi tetep aja nilainya 99 dalam skala 100!” Si ganteng kecil rupanya tidak mau mengecilkan hatiku, mamanya tercinta. He he he senangnya punya anak baik.
Tapi, tetep mereka menghabiskan nasi goreng buatanku yang “mak nyuss” dengan gembira dan penuh pujian. Walah, memang bumbu yang paling sedap adalah besarnya cintaku yang selalu aku sertakan dalam setiap masakanku yang sebenarnya berbumbu “minimalis”. Dan, kebersamaan kami dalam memasak adalah poin tersendiri yang menambah lezatnya masakan kami. Ha ha ha memang sebelum menikah, aku bisa dibilang TIDAK PERNAH MASAK!
“Maaa, roti canenya sudah ya banting-bantingnya. Capek!”
Sudah dulu ya cerita liburannya, sulung saya nyerah. Berarti, seperti biasa saku mesti turun tangan. Bye now!!!
Maaf ya teman-teman, anak-anakku tidak bermaksud mengecilkan kehebatan kalian lho!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar