Halaman

Senin, 17 Desember 2007

IDUL QURBAN

Akhir-akhir ini di berbagai milist beredar cerita tentang seorang kakek tua pensiunan pegawai pemda berpenampilan lusuh, bersepeda, membeli kambing terbesar seharga Rp 2 juta tanpa menawar. Sedangkan pemilik mobil mewah tidak jadi membeli kambing itu karena terlalu mahal dan setelah menawar pun harga tidak bisa turun sama sekali. Di situ juga diceritakan bagaimana pedagang kambing terkesan meremehkan si kakek tua karena penampilannya.

Ups!!
Memang terkesan “heroik”, mengagumkan semangat ber”qurban” si kakek sederhana tersebut. Dan, betapa sikap si pedagang itu yang sepertinya mencerminkan masyarakat kita sekarang. Ya, pedagang itu melihat orang dari penampilan, dari harta, dari materi. Bukankah sekarang ini masyarakat kita seperti itu? Dan jelas itu sikap yang SALAH.

Namun disini, yang saya lihat selain sikap pedagang yang materialis itu justru pembeli itu juga kurang tepat dalam bertindak. Lho, hampir semua orang yang membaca cerita itu kagum sama si kakek. Kok ya saya berani-beraninya malah mengkritik? He he he maaf deh, tapi memang begitu.

Pertama, dari berbagai penawaran kambing kurban yang sampai ke saya, belum pernah ada yang harganya sampai Rp 2 juta. Paling tinggi Rp 1,25 juta, atau anggap saja Rp 1,5 juta. Kedua, seandainya kita akan membeli kambing biarpun untuk ibadah Qurban, ya tetep ditawar dong. Kenapa? Supaya tetap berlaku hukum jual beli, harga wajar, tidak ada yang dzalim, tidak ada yang didzalimi. Lagipula, jika kita bisa mendapat harga yang lebih murah namun masih wajar untuk membeli hewan Qurban maka uang kita akan lebih bernilai. Ya, kita bisa tetap ber qurban, sisa uang masih bisa memenuhi kebutuhan lain atau bisa diinfaq kan untuk hal lain.

So, apakah langsung membayar tanpa menawar adalah ke “hebat” an orang ber Qurban? Menurut saya, TIDAK !! Itu adalah ke”bodoh”an, karena pedagang juga belum bisa diandalkan kejujurannya dalam menentukan harga. Disamping itu, dengan menawar, kita tetap berqurban dengan hewan yang baik, harga wajar, dan malah bisa melakukan amalan lain dengan sisa uang kita.

Jangan jangan cerita itu ditulis oleh pedagang hewan Qurban??? Ha ha ha kok jadi berprasangka buruk ya? Nggak kok, mungkin cerita itu memang benar, mungkin pedagang itu sudah jujur dan harga yang ditawarkan wajar, mungkin si kakek memang sudah tahu kewajaran harga dan sangat bersemangat dalam berqurban, mungkin cerita itu memang ideal untuk membangkitkan semangat ber QURBAN yang semakin menipis di masyarakat materialistis.

Yang penting, be smart to do everything.

Tidak ada komentar: