Halaman

Senin, 26 Agustus 2013

Pohon Mangga

Di depan rumahku ada sebuah pohon mangga yang sangat rindang. Pohon yang ditanam oleh pacarku tercinta bersama berlian indahku saat kami dulu pindah ke sini. Ketiadaan pohon selain pohon pisang di belakang rumah membuat suasana gersang sehingga kami mencari dan menanam pohon yang kami suka. Pohon mangga, jambu, belimbing, durian, dan talok menjadi pilihan kami. Namun kemudian pohon belimbing harus kueliminasi karena daunnya membuatku sangat repot membersihkannya terlebih jika sedang tidak ada yang membantu. Lalu pohon jambu dan talok mengikuti jejak kutebang karena di saat tertentu, hiiiii.............. banyak ulatnya! *sambil ngetik inipun aku sudah kami gilanen aka geliiii ampuuuun!* Maka tinggalah si pohon mangga menjadi penghuni halaman depan rumahku dan pohon durian di belakang rumah.

Alhamdulillah......pohon manggaku ini sangat lebat, dengan dahan keereeen mengasyikkan untuk dipanjat. Bahkan ponakanku si setengah bule yang tidak pernah manjat pun kemarin senang banget manjat. Dia bilang; "Budhe, this is the best mango tree I ever seen." Jadilah dia jadi murid pakdhenya yang memandunya memanjat sekaligus memetik mangga.

Memetik mangga? Emang musim? Ahaa.......itulah salah satu kelebihan si pohon manggaku ini. Dia berbuah sepanjang tahun tidak peduli saat musim atau tidak. Jika saat musim mangga, dia berbuah sangat lebat sampai ke setiap ujung dahannya yang menjuntai hingga sangat rendah. Princess kecilku pun bisa meraihnya tanpa harus memanjat apapun. Dan saat bukan musimnya seperti sekarang, dia tetap berbuah meski hanya di ujung tinggi dan sekali petik hanya sampai 5 buah saja. Bunganya juga selalu masih muncul di ujung dahan atas sana, bersiap menggantikan buah yang kami petik.

Pohon manggaku ini dahannya bercabang tiga di pangkal, dengan komposisi satu tumbuh ke arah luar pagar (ke jalan) dan dua yang lainnya masih di dalam pagar. Pacarku bilang; "Pohon ini sesuai sunahNya, sepertiga buat orang lain, sisanya buat kita." Hahaha.....aaamiiin......semoga kami amanah. 

Bagiku, pohon mangga ini adalah anugerahNya. Bayangkan saja, kami hanya menanam, nyaris tanpa perawatan, menyiram saja sangaaaaat jarang, tetapi buahnya masya Allah melimpah. Oleh karenanya jika ada yang minta buah mangga untuk dikonsumsi saat sedang musim aku akan langsung memberinya, karena sejatinya buah mangga ini milikNya. Kami hanya menanam di halaman kami saja.

Jumat, 09 Agustus 2013

DIAJENG.........



Ini cerita saat princessku masih basata, bawah satu tahun. Hehehe.....
Dua bulan yang lalu, bayiku yang masih berumur 9 bulan sering mengeluarkan suara yang sangat familiar di telinga kami (aku, suami, dan anak-anak). Mulanya kami tidak terlalu memperhatikan. Namun lama kelamaan makin nyata terlebih saat bayiku itu menangis atau merajuk.

“Dieejeeeeng..........” begitu kata yang dia ucapkan. Kami sekelurga sontak tertawa bersama saat kami akhirnya beramai-ramai memperhatikan dengan seksama apa yang sebenarnya dia ucapkan.

He he he. Mengapa kami tertawa? Ya, karena DIAJENG itu adalah panggilan dari suamiku kepadaku yang merupakan bahasa Jawa yang artinya “adinda”. Suamiku tidak menyangka baby cantik kami sudah mulai bicara di umur 9 bulan. Jadi dia masih memanggil aku “diajeng” karena anak kami yang lain sudah besar dan faham untuk tidak meniru bagaimana papanya memanggil mamanya.

Sejak itu, suamiku memanggil aku “Mama”.lagi setelah berlian-berlian kami mulai besar dan mengerti jikapanggilan ayahnya ke aku tidak harus mereka tiru. Sekarang, Vania mungil kami yang berumur 11 bulan memanggil aku “Mama”. Sambil berjalan ala “drunken master” dia akan teriak “Mama...............Mama............” he he he. That’s our pretty baby.
*****

Itu cerita lamaku. Sekarang princess cantikku sudah 6 tahun, ayahnya tidak perlu lagi memanggilku ‘mama’ agar dia mengikuti. Kembalilah panggilanku oleh pacar tercintaku itu ‘diajeng’. Uhuy.....

Ramadhan ini adik-adik yang tinggal di lain benua pulang. Namun karena dia belum bisa cuti, maka suami dan anak-anaknya duluan ke sini. Hmm....lumayanlah sebulan aku mendapat kesempatan ngurusi krucil-krucil lagi, mereka berlian-berlian indahku juga, ponakanku. Yang terkecil baru nyaris dua tahun usianya. Dia belum jelas berbicara, cenderung masih seperti bergumam, ngegrundel, atau marah. Haha....mungkin karena dia bingung mau bicara bahasa apa, secara bahasa yang dia dengar sehari-hari beragam. Bahasa Indonesia adalah bahasa ibunya, bahasa Perancis adalah bahasa di mana dia tinggal, dan bahasa Arab adalah bahasa asli ayahnya dan keluarga besar ayahnya.

Nah.....selama di rumahku, dia suka banget memanggilku ‘mama’ dan memanggil suamiku ‘papa’ mengikuti mas-mas dan kakaknya, berlian2ku itu tentunya. Ngotot banget dia tidak mau memanggilku ‘budhe’ dan memanggil suamiku ‘pakdhe’ seperti abang dan kakak kandungnya yang sudah usia 8 dan 10 tahun dan sudah mengerti kedudukan mereka. Ya sudahlah tidak mengapa. Bagiku tetap saja dia lucu menggemaskan. Sama seperti berlian2ku saat kecil, dia suka banget menguntitku ke manapun aku jalan sehingga aku harus hati2 khawatir menabraknya jika aku terburu-buru. Alhamdulillah.....jika pakdhenya di rumah, dia akan juga menguntit pakdhenya.

Suatu hari saat sedang menguntit pakdhenya dia tiba2 merubah haluan, ke arah kamarku. Entahlah, mungkin dia menyadari ketidak hadiranku di ruangan. Karena kamar tertutup, dia marah dan teriak-teriak mencariku. “Diajeeeng................”

Guuubraaaaaag...................kapan dia denger ya???