Halaman

Kamis, 29 Desember 2011

Terima Rapot

Sebelum libur Natal, hampir semua sekolah membagi rapot. Demikian juga sekolah berlian-berlianku. Ahay............bagaimanakah hasilnya? Baguskah nilai-nilai mereka? Ranking berapakah mereka? Itu pertanyaan klasik yang rutin ditanyakan orang kepadaku atau kepada anak2ku itu sejak dulu. Guru yang sudah tahu bagaimana aku maka mereka tidak akan kaget dengan reaksiku jika mereka menyampaikan 'jelek'nya nilai di rapot berlianku. Tapi yang baru tahu? Pada tepuk jidat.

"Ibu, anak ibu nilainya sangat kurang. Hampir paling rendah di sekolah ini." demikian laporan seorang guru berlianku tahun lalu karena hasil TO pertama anakku jeblog!

"Alhamdulillah Ibu, terima kasih. Insya Allah akan diperbaiki. Toh ini baru TO pertama. Mungkin dia masih adaptasi saja. Maklum tempat baru, teman baru, suasana baru." jawabku kalem tanpa kekhawatiran sama sekali.

"Ibu ini bagaimana sih? Nilai anaknya jelek kok malah Alhamdulillah." gurunya sedikit emosi melihat ketenanganku.

"Ya Alhamdulillah Pak, berarti dia bisa belajar dari situ, karena jelek ya jadi tidak bisa sombong, mengerti kekurangannya. Nanti juga baik kalau dia latihan."

"Bu, Ibu sadar nggak sih kalau ini sudah hampir ujian akhir? Apa Ibu tidak takut anaknya tidak lulus?"

"Iya Pak, Bu, justru karena saya tahu ini 'hampir' ujian akhir maka saya tenang. Kan masih ada kesempatan. Masih hampir. Bapak Ibu tenang saja, saya akan bantu anak saya latihan soal. Insya Allah saya sudah tahu tipe soalnya dari latihan (TO) kemarin." aku masih nyebelin.

Bla....bla......banyak deh nasihatnya ke aku.

Ya sudah. Aku latihan soal bersama berlian gantengku si peraih nilai 1 (terendah) di TO pertamanya. Aku sama sekali tidak marah padanya. Aku tahu potensinya, aku tahu permasalahannya. Kami cukup latihan sehari sejam saja. Latihannya juga santai. Aku berikan cara menjawab soal dengan mudah, trik-trik jika lupa rumus, bahkan jika sama sekali tidak tahu jawabannya. Karena aku yakin dia mengerti hanya tidak biasa berlatih soal. Dia hanya belajar materi, jarang membahas soal, n gak bimbel yg biasanya isinya latihan soal. Mamanya bisa tembus ujian masuk STAN mengalahkan ribuan pesaing hebat, masa sih anaknya gak bisa ngerjain soal? *kumat narcistnya*.

Dan.....................Alhamdulillahirrabil'alamiin............nilai UN dia not bad at all. Yah, rata2nya 9. Denger2 kata rumput yg bergoyang sih tertinggi. Ehemmm......

Lalu setiap terima rapot? Aku juga gak terlalu peduli dg nilai, ranking, tapi aku malah bertanya bagaimana sikap anakku di sekolah, bagaimana shalatnya, dsb. Ya kalo di rumah aku tahu gimana. Di sekolah? Aku kan gak mbuntuti mereka terus.

Pernah berlian gantengku nangis sedih gara2 ada guru yang ketemu dia mengatakan;"O...ini ya anak dari ibu yg gak peduli pendidikan anaknya."

OMG.......aku tanya; "Menurut sayang mama bagaimana? Apakah mama gak peduli pendidikan seperti kata guru itu?"

Sambil berlinang airmata dia jawab; "Menurutku mama itu orang yang paling peduli dan paham pendidikan. Jangankan aku anaknya, anak orang lain aja mama peduliin."

"Ya sudah, bagi mama pendapat anak mama jauh lebih penting dibanding pendapat guru manapun. Gakpapa kok mama dibilang seperti itu oleh orang lain. Kalo anak mama yg bilang begitu, baru mama peduli dan introspeksi diri. Jangan sedih karena hal itu ya ganteng." aku memeluknya haru dan bangga..............sedikit GeEr. Hehehe........................


Terima rapot kemarin? Ahay............semua berlianku nilainya klipuk! Parah......sangat di luar (jauh lebih rendah dari) kemampuannya. Sampai rumah aku perlihatkan kepada mereka.

"Bagaimana menurut mas?" aku tanya satu persatu supaya mereka tidak malu dan turun integritasnya di depan saudaranya. Haduh.....sok amat!

"Aku nyeseeeellll sekali. Ini cuma gara-gara aku gak ikuti kata mama." kata yg besar.
"Itu karena aku gak mau latihan soal dan belajar sama mama." kata si kecil ganteng. "Masih bisa ngejar nggak ya ma? Aku mau beasiswa MOE kayak mas dulu."

"Ok, nilai rapot mau atau tidak, suka atau tidak akan tercetak selamanya di situ. Nikmati aja ya.........." kataku.

"Mamaaa.....................jangan gitu donk, aku makin nyeseeeeeeellllllllllllllllll........................"

Hahaha...........emang itu tujuanku. Semoga karena nyesel maka semester depan mereka memperbaiki kesalahan mereka. Bukan supaya nilainya bagus, tetapi agar mereka tidak lalai dan beribadah lebih baik. Salah satu ibadah mereka adalah mensyukuri anugerah Allah, otak cerdas mereka dengan mengoptimalkan manfaatnya.

Apakah lalu selama liburan mereka belajar? Ya tentu saja...................TIDAK!!

Sabtu, 24 Desember 2011

Hari Ini, Sekian Tahun Lalu

24 Desember adalah hari ulang tahun ibuku, sekaligus hari kembalinya beliau ke haribaan Illahi Robi, dzat yang sangat mengasihinya.

Hari ini, saat ini, aku hanya mampu menulis diantara deraian airmataku. Aku ingat ibuku almarhumah. Aku kangen, aku rindu, tapi aku tidak lagi bisa menemuinya, memeluknya, mohon ampunan atas kenakalanku, mbangkangku, ngeyelku, nyebelinya aku, keras kepalanya aku. Tujuhpuluh tahun usianya kala beliau pulang, sudah 33 tahun aku bersamanya, namun hanya beberapa kali aku mengingat ulangtahunnya, memberinya sebentuk hadiah tidak berharga. Andai waktu bisa kuulang, ingin aku kembali ke masa itu.

Ibu, aku selalu teringat bagaimana ibu bangun sebelum subuh lalu membangunkanku karena aku ingin meneliti garengpung, binatang yang selalu ribut bersuara di pagi buta dan menjelang senja. Suara yang membuatku sebel dan marah, sehingga akupun menyelidikinya. Usiaku mungkin belum sepuluh tahun.

Ibuku yang heran mengapa aku tidak percaya begitu saja saat beliau mengajarriku membasuh bekas jilatan anjing pada kakiku dengan tujuh kali guyuran air dan salah satunya harus berpasir atau berdebu. Kembali aku ngeyel untuk merayu agar guru lab ku mengijinkanku meneliti mengapakah harus begitu.

Lalu bagaimana ibu marah namun tetap merawat dengan sabar melihat kulitku menjadi hitam legam terbakar matahari karena aku mencari ilalang liar di sawah jauh dari rumah di saat panas terik. Aku ingin tahu apakah tanaman itu tumbuh tanpa ada maksud sama sekali? Bisakah itu dibuat jelly?

Hallah............ibu, maafkan aku karena kesabaranmu mengikuti keingintahuanku tidak aku balas dengan membuatmu bangga dengan mengikuti segala keinginanmu.

24 Desember di masa kecilku adalah salah satu hari yang menyenangkanku. Aku, kakak-kakak dan adikku selalu menyambut hari raya agama Nasrani, Natal. Kami bersama sepupu yang beragama Nasrani akan bergembira ria membuat kue-kue, menunggu baju baru atau mainan dari Oom dan tanteku yang beragama Nasrani, juga bermain organ dengan lagu malam kudusnya, dan memasang lampu-lampu di pohon natal di rumah mereka. Kami cekikak cekikik bersama tanpa peduli itu hari raya agama siapa. Demikian juga jika hari raya Idul Fitri, kami bergembira bersama, membuat kue, menunggu baju baru, makan bersama, keliling bersama, memenuhi kantong kami dengan uang dan kue-kue hasil jarahan dari kerabat yang kami kunjungi. Aku juga teringat bagaimana kami bersukaria menyambut kepulangan Oomku yang selesai menempuh masternya di negeri paman Sam membawa oleh2 video rekaman suasana natal di sana.

24 Desember juga hari dimana aku mengalami kesedihan luar biasa karena kepulangan ibuku tercinta ke haribaanNya. Lalu disusul bapak yang tidak betah jika harus lama-lama mengarungi dunia ini tanpa cinta sejatinya, tanpa bidadarinya, tanpa ibuku. Bapak segera menyusul ibu, mengembuskan nafas terakhirnya di tempat istimewa pilihanNya.

Hari ini, saat ini, silih berganti kesedihan dan kenangan indah berseliweran di benakku. Diantara derai airmataku. Kangen rasanya dengan mereka berdua, dengan masa kecilku, dengan segala kenangan indahku. Aku hanya mampu menghirup kerinduan yang menyesakkan dadaku......

Selamat merayakan hari yang penuh kedamaian, hari Natal bagi teman-teman dan saudara-saudaraku yang merayakannya.

Minggu, 11 Desember 2011

Idealisme PNS Muda????

Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda ~ Tan Malaka

Idealisme! Apa sih idealisme itu? Entahlah.... yang aku tahu, aku hanya akan hidup sesuai suara hati nuraniku. Apapun yang diyakini oleh lingkunganku, yang biasa terjadi, yang disukai banyak orang, jika nuraniku mengatakan tidak, maka akan kuhindari sebisaku apapun resikonya. Aku gak tahu apakah itu termasuk idealismeku, karena itu aku lakukan hingga kini aku tularkan ke berlian2ku. Jika yang pernah bersentuhan denganku di birokrasi tentu tahu maksudku.

Baru-baru ini sedang hangat-hangatnya berita tentang PNS muda dengan rekening gendutnya. Lalu banyak spekulasi, pendapat, pernyataan, yang menurutku sih tanpa dasar yang jelas. Hahaha......ini just my opinion, murni, dariku yang mungkin saja sangat kurang ilmu dan pengetahuannya, dan yang pasti tanpa dasar riset yang bisa dipertanggungjawabkan. Maklum, gak punya lembaga riset bonafide. Eiiit.......kok malah ke mana-mana ya? Gini nih pernyataan orang-orang itu:

"Dulu, saat masih mahasiswa mereka idealis. Lalu mereka masuk sebagai PNS terkontaminasi oleh yang senior sehingga tergoda untuk korupsi sehingga masih muda sudah gendut rekeningnya."

Yakin Pak, Bu, dengan pernyataannya itu? Apa dasarnya pernyataan itu ya? Ehem...........pernyataan yang aneh. Kok aneh? Ya iyalah aneh. Yang membuat pernyataan ini apakah seorang PNS? Idealis? PNS yang tadinya idealis? Atau wartawan yang sama sekali belum pernah mengalami menjadi PNS baik yang idealis maupun tidak? Karena kalau dasarnya dia idealis, setidaknya akan sulit membuatnya terkontaminasi mengingat penggajian PNS sekarang bagus. Kalaupun terkontaminasi tentunya setelah lama dan bukan saat masih muda rekeningnya menjadi 'gendut'.

Setahuku sih, kebanyakan masyarakat kita itu memang punya kecenderungan suka kolusi, korupsi, dan nepotisme alias KKN jika ada kesempatan. Huahaha........................jangan esmosi ya. Sekali lagi itu hanya berdasar pengamatan pribadi tanpa dasar sama sekali.

Contoh keciiiillll aja. Aku dengar bisik-bisik angin lalu, masuk sekolah yang sudah komputerisasi aja masih diakali dengan cara masuk aja dulu ke sekolah lain, lalu semester depan masuk ke sekolah dimaksud, tentu saja dengan bla...bla...bla..... antara guru (kepala sekolah) dan orangtua. Lalu seperti yang dilansir berbagai media yang baru lalu, seorang anak 'disuruh' oleh gurunya untuk memberikan contekan kepada teman-temannya, agar sekolah tersebut mengantongi kelulusan besar dengan nilai bagus atas seluruh muridnya. Apakah hanya sekolah tersebut yang melakukan praktik-praktik ini? Jika mereka masih punya nurani, tentu akan malu dan segera membenahi diri.

Lalu, di jalanan begitu banyak anak 'kecil' mengendarai motor, bahkan saat usianya belum lagi cukup. SIM? Ada yang punya, ada yang tidak. Yang punya? Kebanyakan 'nembak'! Dan yang menembakkan atau ngajari nembak adalah orangtuanya. Ehem................meski kecil, tetep suap Bu, Pak, dan itu yang anda2 teriakin KORUPSI!! Saat orang lain yang melakukan, dalam jumlah besar, dan bukan anda2 yang terlibat di sana.

Saat mencari pekerjaan, Bapak Ibu yang terhormat yang paling mulia perbuatannya, kayaknya tidak sedikit dari Bapak Ibu yth yang 'memperlancar', bukan? Apalagi yang ingin memasukkan anaknya menjadi PNS. Ahaayyy.............

Dan masih banyak contoh lain deh kayaknya.....

Jadi??? Apakah mereka terkontaminasi atau memang sudah dididik sejak kecil? Wallahu 'alam bisawwab!!!