Halaman

Jumat, 14 Desember 2007

KANGEN BAPAK IBU YANG SUDAH TIADA

Sering saya merasa sangat kangen dengan kedua orangtua saya. Ya memang, beliau berdua sudah meninggal 5 tahun lalu. Hampir bersamaan. Ibu sebelum pergi ibadah haji dan Bapak setelah melempar jumrah, belum sempat pulang ke tanah air. Ya, Bapak dimakamkan di Ma’la Mekah.

Saya sering merasa bersalah karena banyak mengecewakan Bapak Ibu semasa hidupnya. Saya belum pernah membahagiakan beliau berdua (dengan harta benda). Karena saya memang anak ke 9 dari sepuluh bersaudara, maka beliau sudah cukup tua saat saya mulai berpenghasilan. Dan, beliau tidak terlalu berminat dengan harta jika saya menawarkan membeli sesuatu. Atau mungkin karena bijak, maka beliau tahu saya masih belum mampu dan beliau tidak mau merepotkan.

Kadang saya merasa cemburu dengan kakak kakak atau adik saya satu satunya, karena mereka saya lihat dekat dengan Bapak Ibu. Memang tempat tinggal mereka lebih dekat Bapak Ibu dibanding saya. Tapi, semua itu berubah 180 derajat saat saya tahu yang sesungguhnya. Namun sayang, saya tahu setelah beliau berdua tiada.

“Mbak, aku mau pergi haji. Kan sebelum Bapak wafat ngendika kalau tahun depan anaknya ke sana. Insya Allah aku ke sana. Aku pengeeen banget berdo’a di tempat-tempat mustajab, minta supaya Bapak Ibu mendapat tempat yang terang, lapang, nyaman, rumah yang indah di alam kubur. Aku pengen membuat Bapak Ibu bangga di sana, pamer sama "tetangga-tetangga" kalau sering dapat "kiriman" dari anaknya termasuk dari DEWI.”

Begitu saya minta restu kakak saya waktu akan pergi haji tahun 2003, setahun setelah Bapak Ibu wafat. Kakak saya nangis dan bilang kalau saya memang anak baik, shalihah, pantas Bapak Ibu sangat bangga sama saya. Beliau sering bilang:

“Dewi itu dari kecil selalu membanggakan dan nggak pernah mau merepotkan orangtua. Dari kecil selalu hebat prestasinya, setelah besar kuat pegang prinsip. Nggak peduli resikonya berat. Mau hidup susah demi prinsipnya. Padahal kalau dia mau, dia bisa sangat kaya mengingat posisi pekerjaannya. Setelah jadi istri juga baik, jadi Ibu juga hebat ndidik anaknya.”

Ups, saya sangat terpukul mendengar cerita kakak yang selalu tinggal serumah dengan Bapak Ibu hingga akhir hayat. Kakak saya itu justru menyatakan kecemburuannya terhadap saya karena meski serumah dengannya tetapi Bapak Ibu selalu memuji saya.

Sejak saat itu makin mantap saya dalam setiap perbuatan meniatkan untuk kebaikan beliau berdua. Saya sering melihat dan mendengar orangtua yang membanggakan kiriman (pemberian) anaknya dalam bentuk harta di dunia. Saya berharap, orangtua saya juga membanggakan “kiriman” saya di alam kubur setiap saya melakukan kebaikan. Saya sangat ingin kubur mereka nyaman, terang, indah, karena “kiriman” saya. Amiiin.

Tidak ada komentar: