Halaman

Selasa, 27 Juli 2010

9 Kesalahan Umum Pengaplikasian Tabir Surya


Ajari si kecil akan pentingnya menggunakan tabir surya saat berada di bawah matahari langsung.

Kamis, 22/7/2010 | 14:53 WIB

KOMPAS.com - Anda pasti sudah paham mengenai fungsi tabir surya pada wajah. Tetapi, bila Anda melakukan satu atau beberapa kesalahan yang berhubungan dengan pengaplikasiannya, maka upaya Anda pun sia-sia. Apa saja yang patut diberikan perhatian lebih untuk menggunakan tabir surya?


Pelit

Jika Anda berusaha menghemat atau berpikir hasilnya akan sama saja jika dioleskan sedikit saja pada kulit, maka perlindungan kulit Anda tak akan total seutuhnya. Jeannette Graf, seorang dermatolog menyarankan untuk menggunakan ukuran koin logam untuk memperkirakan jumlah tabir surya yang baiknya digunakan pada bagian wajah, dan ukuran sekitar 2 gelas sloki untuk seluruh tubuh. Jika Anda akan menghabiskan banyak waktu di luar ruangan, oleskan di seluruh tubuh dan wajah Anda, meski Anda berencana mengenakan pakaian renang tertutup sekalipun. Lakukan pengolesan setidaknya 20 menit sebelum berada di bawah sinar matahari, gunanya untuk memberikan kesempatan si tabir surya meresap. Jika Anda menunggu hingga berada di bawah matahari baru mengoleskan tabir surya, kulit Anda akan menjadi sangat rentan saat diaplikasikan.


Cuek di Saat Mendung

Apakah Anda akan berhenti menggunakan sabuk pengaman hanya karena Anda tak bisa melihat mobil lain di jalan raya? Tidak, kan? Sama seperti hal tersebut, Anda pun butuh proteksi meski Anda tak bisa melihat matahari sekalipun. "Saat mendung pun Anda tetap akan terekspos sinar UVA, yakni tipe sinar matahari yang menyebabkan penuaan dan kanker, sama seperti saat musim panas," terang Graf. Selalu awali hari Anda dengan mengaplikasikan tabir surya di setiap kulit yang rawan terekspos sinar matahari.


Berpikir Bahwa SPF Tinggi Adalah Keamanan Terbaik

"Banyak orang yang berpikir semakin tinggi nilai SPF yang tertera pada kemasan berarti pengamanan yang lebih lama," ujar Graf. Tak peduli berapa pun angka yang tertera pada kemasan tabir surya yang Anda pilih, Anda tetap harus mengaplikasikan ulang dengan sebaik-baiknya setidaknya setiap 90 menit.


Bukan Formula yang Tepat

Tabir surya dengan spektrum luas, yang menghadang sinar UVA dan UVB adalah yang Anda butuhkan. Carilah produk yang mengandung Mexoryl, Helioplex, atau zinc oxide.


Ada yang Terlewat

Rambut tebal tak berarti kulit kepala Anda memiliki proteksi lebih. Jika Anda akan berada di bawah matahari, Graf menyarankan untuk menyemprotkan tabir surya semprot, atau selalu membawa topi. Jangan lupa pula telinga Anda. Tak hanya wajah Anda yang butuh perlindungan. Bagian yang paling sering terlewat lainnya adalah bagian kaki, apalagi usai melangkah di genangan air. Pastikan Anda mengolesi tabir surya di bagian punggung telapak kaki sebelum menggunakan sandal.


Salah Menghitung

Mengoleskan SPF 15 di atas lapisan tabir surya yang nilai SPF-nya 30 bukan berarti Anda akan mendapatkan perlindungan dari SPF 45. Cukup gunakan tabir surya dengan SPF setidaknya 30, dan aplikasikan ulang untuk proteksi optimal.


Bersandar pada Make-up

Banyak make-up bedak atau foundation yang sudah dilengkapi dengan tabir surya. Namun, ini tidak berarti bahwa tata rias tersebut sudah cukup memberikan proteksi yang cukup. Para ahli mengatakan, bahwa Anda perlu mengaplikasikan 7 lapis foundation untuk mendapatkan nilai SPF yang tertera pada kemasan make-up.


Anda Tak Tahu Bahwa Anda Supersensitif

Kebanyakan orang tak menyadari bahwa beberapa medikasi, seperti resep untuk tekanan darah tinggi, obat KB, dan antibiotik tertentu bisa membuat Anda sensitif terhadap sinar matahari dan rentan terhadap kulit terbakar. Perhatikan pula makanan yang Anda asup, seperti seledri dan limau, serta buah sitrus lainnya yang mengandung furocoumarins. Sinar mentari yang berinteraksi dengan zat kimiawi ini bisa menyebabkan bintik hitam yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menghilang, jadi, perhatikan apa yang Anda seruput saat berada di bawah sinar mentari, ya.


Lupa Melindungi Bibir

Bibir mendapatkan eksposur terhadap sinar matahari lebih banyak ketimbang bagian lain pada wajah. Jika Anda memiliki kebiasaan untuk mengoleskan lip gloss sebelum berenang, sama saja dengan menggunakan baby oil dan berjemur, Anda akan membakar bibir Anda. Jika Anda berencana untuk berada di luar ruangan, pastikan lip gloss Anda mengandung SPF 20, dan aplikasikan sesudah Anda mengolesi bibir dengan pelembap sekaligus tabir surya khusus bibir. Jangan lupa untuk mengaplikasikannya berulang kali. Kita makan, minum, dan menjilat lidah, secara tak sadar, tabir surya ini akan hilang dengan sendirinya. Penting untuk terus menerus mengaplikasikan ulang.

NAD

Editor: NF

Sumber: allure

Minggu, 25 Juli 2010

Menghadapi 7 Kebiasaan Suami yang Menjengkelkan

KOMPAS.com - Bosan berulangkali mengingatkan si dia bahwa handuk basah harus dijemur dengan benar agar tak jamuran? Atau jangan merokok di mobil, atau mencuci piring dan gelas usai digunakan? Tetapi entah mengapa, upaya memberitahunya hanya sukses berlangsung beberapa kali saja. Setelah itu? Kembali lagi.

1. Meninggalkan Handuk Basah
Bagi pria, meninggalkan handuk basah sembarangan bukan hal yang perlu dipusingkan, karena ada hal lain yang perlu dipikirkan, seperti menyiapkan keperluan kantor. Bila merasa terganggu, bicarakanlah segera, jangan mencoba menolerir. Tetap ingatkan jika kejadiannya berulang. Utarakan dengan pilihan kata yang baik dan alasan masuk akal. Misal, kasur akan lembap, atau jika tak digantung, handuk akan berjamur.

Mengutarakan kepada seseorang bahwa tindakan yang ia lakukan adalah hal yang mengganggu sesegera mungkin lebih efektif dalam menarik perhatiannya ketimbang diomeli setiap hari. Bisa jadi kebiasaannya itu dilakukan di luar kesadaran. Persiapkan diri untuk mendengar alasannya juga, ya. Karena kebih mudah menerima masukan jika Anda merasa didengar dan diakui ketimbang diabaikan.

2. Merokok Sembarangan
Merokok di ruangan sempit, seperti mobil, ruang tengah, atau kamar mandi yang digunakan bersama, tentu akan mengganggu orang lain. Mengkritik sesuatu yang sifatnya adiksi tak akan mudah diterima oleh si dia. Coba cari cara lain untuk mengkritiknya dengan cara lebih nyaman.

Utarakan sambil ngobrol ringan di atas tempat tidur atau saat minum kopi bersama sore hari. Misal, minta ia menebak kata yang Anda tulis dengan jari pada punggungnya. Tulisan kata rokok pasti akan membuatnya bertanya-tanya, mengapa kata itu yang Anda tulis, di situ Anda bisa jelaskan mengenai keberatan Anda. Jangan lupa beri dukungan untuknya agar berubah dengan menyediakan asbak di ruang-ruang yang ia diperbolehkan untuk merokok.

3. Mencuci Piring/Gelas
Si dia tak pernah mencuci piring atau gelas seusai makan? Cobalah lebih terbuka memahaminya. Bisa jadi ia melakukannya karena kebiasaannya dari masa kecil. Atau, memang ia tak punya alasan untuk melakukannya segera, namun mudah melupakan seketika.

Ajaklah ia melakukan pekerjaan dapur yang melelahkan itu. Ciptakan suasana menyenangkan saat bersama-sama membersihkan piring dan gelas kotor di dapur. Jangan bosan untuk mengulang ritual ini hingga ia terbiasa mencuci piring kotornya sendiri setelah makan.

4. Lupa Mematikan Televisi

Coba dampingi suami yang menonton televisi sekali-dua kali. Cari tahu mengapa ia suka menghabiskan waktu sebelum tidur di depan televisi atau acara apa yang membuatnya betah berlama-lama menonton televisi.

Tawarkan untuk menggunakan program auto shut down atau sleep di jam-jam ia biasanya sudah tertidur. Sekali-dua kali ia lakukan, jangan langsung menyalahkan. Kadangkala, untuk mengubah kebiasaan, tak bisa langsung berubah instan. Anda perlu tetap mengingatkannya.

5. Mencuci Mobil

Giliran Anda menggunakan mobil selalu dalam keadaan kotor dan dekil. Anda pun harus membersihkannya secara sukarela. Bukan hanya sekali dua kali pula. Anda memang harus memberi kritik terhadap hal-hal sepele yang ia lakukan tetapi tampaknya sering ia lupakan.

Namun tetap gunakan cara cerdas dalam mengkritik si dia Coba beri kritik yang konstruktif, misal, mengajaknya ke tempat pencucian mobil setiap kali ia baru pulang dari luar kota atau setelah terkena cipratan genangan air hujan.

6. Belanja Sembunyi-sembunyi

Diam-diam ia membeli seperangkat home theatre baru. Tiba-tiba barang tersebut sudah tiba di rumah dan tak mungkin Anda tolak. Kaget, bingung, kesal? Sudah pasti. Jangan berpikir negatif dulu. Anda perlu sedikit mengubah fokus.

Coba tanya apa alasannya membeli barang-barang tersebut. Apakah untuk kesenangan diri atau memang maksudnya untuk keluarga yang memang sudah lama tak terpuaskan.

7. Mengacak-acak Lemari
Rasanya capek juga membereskan isi lemari yang selalu berantakan setiap pagi ia memilih pakaian. Bila terasa mengganggu, coba organisir kembali lemari pakaiannya. Coba pisahkan bagian baju si dia secara fungsional. Misal, celana kantor, pakaian kasual, pakaian tematik, dan sebagainya. Pertimbangkan pula untuk memberinya ruang untuk menggantung pakaiannya agar bila ia mengaduk isi lemari tak terlalu berantakan. Jangan lupa untuk berkonsultasi dengannya, diskusikan ide-ide yang akan Anda lakukan dengan lemari pakaian Anda bersama sehingga ia mengerti permasalahan Anda juga.

(Laili Damayanti/Tabloid Nova)


Editor: NF

Rabu, 21 Juli 2010

Pendidikan Yang Baik???

Sampai saat ini, mungkin aku masih mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat kebanyakan orang tentang pendidikan yang baik. Bagiku, pendidikan yang baik akan memberikan kenyamanan bagi anak untuk belajar namun bukanlah kemewahan tempat belajar, memberikan kesempatan bagi anak untuk berkreasi dan berkarya namun bukanlah keliaran tanpa batas, dan membiarkan potensi anak berkembang maksimal namun tetap dalam koridor dan arah yang benar.

Hal ekstreem seringkali dianut oleh para pendidik, orangtua, orang dewasa di sekitar anak. Ada orang yang menganggap 'keras' adalah hal paling tepat diterapkan agar anak disiplin. Ada orang yang menganggap 'bebas' yang maksudnya permissivism adalah hal yang seharusnya dilakukan agar anak bebas berekspresi, berkreasi. Bagiku dua-duanya bukanlah cara yang tepat, karena kita diberi akal pikiran dan kemampuan memilih memilah menganalisa untuk menentukan mana yang baik mana yang buruk serta mana yang benar dan mana yang salah. Sudah menjadi kewajiban kita untuk menggunakan akal pikiran itu guna menganalisa dan menimbang sebelum bersikap, berbuat, dan bertindak.

Masih banyak pula orang yang menilai keberhasilan suatu pendidikan dilihat dari prestasi-prestasi sesaat seperti juara ini itu, pemenang olympiade internasional, pekerjaan yang hebat, atau bahkan kekayaan melimpah. Padahal bagiku semua itu hanyalah bagian kecil, sangaaat kecil dari kemungkinan sebagai keberhasilan pendidikan. Yah, baru 'kemungkinan' karena harusnya dilihat terlebih dahulu apakah semua itu suatu keberhasilan pendidikan ataukah justru suatu 'kesalahan' dalam pendidikan.

Keberhasilan pendidikan bagiku adalah jika seorang anak melalui seluruh proses pendidikan, pembelajaran, dengan penuh semangat, menikmati, bahagia, sehingga belajar yang pastinya akan dia lakukan sejak lahir hinga mati adalah suatu proses yang dengan senang hati dilaluinya. Pribadi pembelajar inilah suatu keberhasilan pendidikan.

Aku tidak pernah menganggap anak juara adalah keberhasilan pendidikan, karena bagiku proses dan sikap juaranyalah yang perlu ditanamkan sedangkan predikat juara karena dia memang mendapatkan nilai terbaik hanyalah suatu akibat yang memang sepantasnya dia peroleh.

Aku tidak pernah menganggap anak yang memenangkan medali keilmuan tingkat internasional adalah bukti keberhasilan pendidikan, karena bagiku bagaimana dia mengerti arti dan makna sebuah ilmu sehingga pantas untuk dipelajarinyalah yang seharusnya ditanamkan. Medali hanyalah suatu akibat logis yang sudah sepantasnya diperolehnya jika dia mempelajari ilmu itu dengan niat, tujuan, dan proses yang benar.

Aku tidak pernah menganggap orang yang gelar kesarjanaannya berentet, sampai sekolah di tingkat tertinggi, adalah bukti keberhasilan pendidikan. Karena bagiku kemampuan keilmuannya, sikap mental keilmuannya, yang merupakan keberhasilan pendidikan.

Aku tidak pernah menganggap anak yang kemudian saat dewasa menjadi Presiden adalah bukti bahwa pendidikan atasnya berhasil. Karena bagiku alasan mengapa dia merasa perlu menjadi Presiden, bagaimana cara dia menjadi Presiden, dan bagaimana dia bertindak, bersikap, dan berpikir sebagai seorang Presidenlah yang menentukan apakah dia memang salah satu keberhasilan pendidikan atau bukan.

Bagiku, seorang tukang sapu yang profesional, pandai membawa diri, mengerti bagaimana mensyukuri hidup, paham bagaimana sejatinya hidup dan untuk apa hidup, justru sebuah keberhasilan pendidikan.

Sedangkan belajar agar juara, latihan keras agar memenangkan medali, meraih gelar agar karir bagus, menjadi Presiden namun tidak terlihat dampak positifnya bagi negara, semua itu adalah KESALAHAN dalam pendidikan.

Selasa, 20 Juli 2010

Gangguan Perkembangan Motorik pada Anak


Selasa, 29/6/2010 | 08:04 WIB
Kompas.com- Anak yang sulit mengendari sepeda, mengancingkan baju atau menggunakan gunting, merupakan salah satu ciri dari gangguan perkembangan koordinasi motorik (development coordination disorder/DCD).

DCD diketahui diderita 1 dari 20 anak usia sekolah. Ciri utamanya adalah gangguan perkembangan motorik, terutama motorik halus. Sebenarnya gangguan ini mengenai motorik kasar dan motorik halus, tetapi yang sangat berpengaruh pada fungsi belajar adalah fungsi motorik halusnya.

Manifestasinya berupa perkembangan motorik anak sejak bayi hingga usia tertentu terlambat, misalnya duduk, tengkurap, merangkak, berlari. Kemampuan olahraga anak juga kurang. Anak lebih sulit mengatur keseimbangan setelah melakukan gerakan dan keseimbangan saat berdiri.

Dalam penelitian di Kanada terhadap 1.979 anak dari 75 sekolah di provinsi Ontario diketahui anak dengan DCD beresiko tiga kali lebih besar untuk kegemukan dibanding dengan anak yang tidak menderita DCD.

"Meski dulu DCD dianggap sebagai keterlambatan yang normal, saat ini hal tersebut sudah dianggap sebagai masalah kesehatan anak," kata Dr.John Cairney, dari McMaster University, yang melakukan penelitian tentang DCD.

Anak DCD biasanya juga mengalami gangguan lain, seperti gangguan konsentrasi atau masalah keterlambatan bicara pada anak. Penanganan anak dengan DCD membutuhkan latihan-latihan khusus.

Ia menjelaskan, anak dengan fungsi koordinasi yang buruk akan berdampak pada kemampuannya melakukan aktivitas fisik dan dalam waktu lama bisa memengaruhi berat badannya. Namun, masih ada faktor lain yang juga berpengaruh pada risiko obesitas pada anak, antara lain tekanan keluarga dan sosioekonomi.

AN

Editor: Anna

Sumber: HealthDay News

Jumat, 16 Juli 2010

Encouragement

*Encouragement*
*Thursday, 15 July 2010*
*
*
*LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah
sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. *
*
*
*Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu
telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat,bagus sekali.
Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.
Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya
dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan
itu buruk, logikanya sangat sederhana. *
*
*
*Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah.Rupanya karangan
itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai
buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah
pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai
tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, ibu
guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?”
“Dari Indonesia,” jawab saya.Dia pun tersenyum.*
*
*
*Budaya Menghukum *
*
*
*Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya.
Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.
“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap
simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang
anakanaknya dididik di sini,”lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit
memberi nilai.Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum,
melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement!” Dia pun
melanjutkan argumentasinya. *
*
*
*“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbedabeda. Namun untuk anak
sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris,
saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan
berbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat
pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut
ukuran kita.Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang
bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor. Sementara di
Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman
drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya
pun dapat melewatinya dengan mudah. *
*
*
*Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar
siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya
dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan
jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafikgrafik yang
saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.
Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan
kekurangan penuh keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal
sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah
ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian. *
*
*
*Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan,
penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap
seakanakan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami
frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang
maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi. Mereka bukan melakukan
encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan
rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang
yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara
menekan. *
*
*
*Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana
guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah
anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat,
bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar
secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun,
bukan merusak. Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru
mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan
kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.
Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam
bentuk verbal. *
*
*
*Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun
rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang
mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah
memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah
telah menunjukkan kemajuan yang berarti.” Malam itu saya mendatangi anak
saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di
tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif. Dia
pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna),tetapi
saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang
berbeda. *
*
*
*Melahirkan Kehebatan *
*
*
*Bisakah kita mencetak orangorang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan
rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh
sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur,
dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru,sundutan rokok, dan
seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas...;
Kalau,...; Nanti,...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas
kertas ujian dan rapor di sekolah. *
*
*
*Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi
lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan
mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata
menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil)
atau sebaliknya,dapat tumbuh.Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau
dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan
demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti
yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar
atau bodoh.*
*
*
*Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.
Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan
ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan
menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti. (*) *
*
*RHENALD KAS
ALI *
*Ketua Program MM UI*






Kalau di bawah ini pengalamanku sendiri. Aku share ya..............siapa tahu bermanfaat.

Aku juga sering (beberapa kali) harus mendatangi guru anak2ku saat mereka kecil karena anakku tidak terima dikasih nilai jelek . Bukan protes sih, hanya mengajak mereka melihat dari sisi pemikiran anak seusia anakku saat itu. Dan hasilnya kurang memuaskan meski bukan berarti mereka guru yang buruk. Mereka baik, hanya mungkin kurang diasah kemampuan mengapresiasi pendapat anak.

1. Saat anak pertamaku TK. Dia memang pandai menggambar & melukis. Gurunya pun selalu memujinya. Nilai menggambar selalu di atas 9 (ck...ck.... padahal ibunya nilai menggambar paling tinggi 6). Suatu hari dia diikutkan lomba menggambar di sekolah. Dia sudah berbunga-bunga berharap menang, karena dia merasa sudah mengeluarkan 'jurus pamungkas' menggambar sesuatu yang 'lain'.
Ternyata.............. eng ing eng............ bahkan juara harapanpun tidak dia terima. Protes berat dia, namun gurunya tetap bertahan dengan penilaian mereka. Pastinyalah anakku mengadukan ketidak puasannya ke aku, mamanya yang selalu memuji gambarnya karena memang mamanya nggak bisa nggambar sebagus dia. Hikcs...........
Usut punya usut, gambar berlianku dinyatakan kalah karena daunnya berwarna hitam, bukan hijau. Makanya meski bagus tetep tidak menang. Tidak bisa dijadikan bahan pendidikan anak lain katanya. Saat aku tanyakan ke anakku, dia bilang; "Emangnya kenapa daun hitam Ma? Aku pernah baca di buku kakek daun warna warni, bunga warna warni, ada yang hitam!" Demikian anakku kesal bukan main. Ya, anakku banyak membaca (termasuk melihat gambar-red) berbagai buku. Memang ada buku yang dia lihat-lihat dengan bunga dan daun warna hitam (aku juga baru lihat aslinya setelah tua ).
Lalu aku jelaskan ke gurunya sambil membawa buku yang ada foto daun hitam, namun mereka tetap bersikukuh dengan pendirian mereka juga. So, aku terpaksa menjelaskan ke anakku yg masih ungil2 itu agar bersabar, mengerti, dan memahami jika orang lain (gurunya juga) bisa punya pendapat berbeda oleh karena pengalaman dan pengetahuan yang berbeda. Orang yang lebih tua, termasuk gurunya belum tentu mempunyai pengetahuan lebih luas, pandangan lebih terbuka dibanding dia. Aku ajak dia berempati karena mungkin saja gurunya tidak lebih banyak membaca dibanding dia. Alhamdulillah berlian gantengku itu memang berlian. Dia bisa mengerti. Dan aku menghadiahkan buku2 pilihan dia sendiri atas kehebatannya, karena dia JUARA bagiku. Hehehe......... buku memang hadiah favoritnya sejak sebelum dia bisa baca hingga sekarang. Ampuuun.......... sekarang bukunya kelas berat, saingan sama papanya kalau baca.

2. Saat anak keduaku kelas 2 SD, di ujian PKN ada soal; Jika temanmu sakit dan dirawat di RS maka kamu akan: a. menengok ke RS. b. ... c. di rumah saja. d. ... (pilihan jawaban lain aku lupa). Dan saudara saudara....... jawaban anakku adalah C. DI RUMAH SAJA. Dari seluruh soal, ada beberapa pertanyaan yang dijawab anakku dengan jawaban yang tidak 'lumrah' sehingga disalahkan.
Hhhh............ dasar dia biasa punya mama yang tidak sembarang menyalahkan, maka dia protes berat karena hanya mendapat nilai 7! Sementara dia merasa benar semua. Alamaaaaak............... niru siapa ini???? Dan bisa dipastikan gurunya tidak mau menerima protesnya karena memang menurut gurunya itu salah.

Hehehe........... lagi-lagi mamanya harus ke sekolah untuk menjelaskan (tentu saja setelah aku menanyakan ke berlian gantengku itu kenapa dia tidak mau disalahkan). Dia bilang; "Mama..... aku yakin sekali kalau semua temanku menjawab a. menengok ke RS. Padahal kan di RS kamarnya kecil. Kalau semuanya ke sana, kan penuh. Nanti temanku tambah sakit karena oksigennya dipakai berebutan. Makanya aku di rumah saja mendo'akan dia biar cepet sembuh. Tidak usah ke RS semuanya. Aku bener kan Maaaa.................. mananya yang salah coba!!!

OMG.......... aku aja terkagum2 dengan pemikiran anak kelas 2 SD ini (wallaaah.......... lha wong anaknya sendiri ya dipuji). Tapi bagaimana aku mau meminta gurunya membenarkan??? Juklak juknis dari diknasnya nggak ada kali ya? Ya sudah deh, kembali aku yang mengapresiasi pendapat cemerlang berlianku ini agar tidak pupus karena merasa tidak dihargai.Untuuung....... mamanya 'kaya' pujian. Obral deh .

Dan masih banyak kisah lainnya yang aku nikmati dengan semua tingkah polah berlian-berlian indahNya yang diamanahkan ke aku yang sering pula membuatku tunggang langgang mengikuti irama mereka yang begitu dinamis. Intinya, jika anak berpendapat, mengeluarkan karya dan kreatifitasnya, kenapa sih harus mencela atau menghakimi kekurangannya jika ada sisi yang bisa dipuji? Kita boleh menyampaikan pendapat kita juga, tetapi pendapat mereka harusnya juga kita dengar dan kita nilai dari sudut pandang pemikiran polos mereka untuk diapresiasi, bukan?

Kamis, 15 Juli 2010

Rambut Gondrong Berlianku

Hehehe............ suka duka punya ABG sedang aku nikmati. Aku pun mesti 'gaul' kalau mau dekat dengan mereka. Bahasa gaul, nyanyi main musik bareng, ngafalin lagu-lagu anak band masa kini, termasuk menampung teman-teman mereka nginep di rumahku lengkap dengan segala kerepotannya yang menyenangkan meski capek .

Setelah selesai dengan hiruk pikuknya penerimaan siswa SMA baru online, maka berlianku (Alhamdulillah yang tetap mendapatkan pilihan pertamanya) harus daftar ulang, beli seragam, dll dll. Yah, begitu deh. Meski tidak pernah dibicarakan apalagi tertulis di juklak maupun juknis PPDB, namun bela beli dan bayaran sudah bisa aku prediksikan berdasarkan pengalaman. Belum lagi pelaksanaan yang tidak rapi sehingga menyusahkan murid baru dan orangtuanya (hahaha........... ini sih curcol ).

Meski ditulis di sana sini tentang jam pengukuran seragam jam 08.00, namun hingga jam 9 masih belum ada tanda-tanda yang melegakan. Demikian juga pembagian tempat berdasar ranking yang aku nilai bagus agar memudahkan pun ternyata tidak jalan. Hanya ada 1 ruang yang ada petugasnya sehingga seluruh murid baru tumplek blek berdesakan di situ karena tidak ada sistem antri ataupun cara lain yang digunakan oleh panitia.

Ya sudah. Karena aku memang hanya penggembira, hanya menemani berlian gantengku agar dia yakin bahwa aku perhatian, maka aku hanya duduk manis menunggu berlianku berjuang berdesakan memesan seragam yang memang hanya dijual di sekolahnya (ada logonya). Aku perhatikan di sudut teras ada onggokan rambut bekas cukuran. Hmm........... jangan-jangan itu hasil dari 'razia' anak-anak yang gondrong. Hahaha.......... bagaimana ya reaksi gantengku yang pada suka agak gondrong itu melihat hal ini???

Setelah melalui berbagai aral merintang (lebay banget nggak sih??) kamipun lalu pulang. Dalam perjalanan, berlian gantengku membahas perihal ke gondrongan rambutnya yang begitu dia sayangi yang sebentar lagi harus dia relakan untuk diserahkan kepada tukang cukur langganan di depan komplek.

"Ma, kenapa sih rambut harus pendek? Emang apa pengaruhnya ke sekolah?"
'Ya, kalau kata Mama sih nggak papa. Terserah yang punya rambut. Asal rapi, bersih, dan tidak mempengaruhi akhlak dan tingkah lakunya menjadi jelek karena gondrong. Lagian, setahu Mama juga tidak ada ayat atau hadist yang melarang rambut gondrong.'
"Nahh!! Ini orangtua yang TOP, gaul, gak jadul. Boleh donk Ma."
'Boleeh.......... tapi kalau di sekolah ada peraturan rambut harus pendek, ya kalau nggak mentaati harus menanggung sendiri akibatnya. Misalnya dicukur di sekolah dengan semena-mena.'
"Iiiih........... sebel deh! Coba guru-guru itu pemikirannya sekeren Mama. Tapi Ma, Mas Hafizh dulu kok sering gondrong di sekolah nggak papa?"
'Ya sebenarnya apa-apa. Tapi mungkin karena Mas Hafizh pinter, aktif, sopan, disiplin, dan meski gondrong tetep rapi. Jadi gurunya tidak melihat perlunya merazia Mas Hafizh.'
"Oooo.......... gitu ya caranya? Aku sih emang rencana mau aktif. Kan di SMP aku juga ketua OSIS. Aku juga mau tetep pinter, tambah pinter di SMA. Trus, aku juga mau sopan , disiplin dan rapi. Duuh.......... yang ini aku harus kerja keras ya Ma?"

Hahaha................... Alhamdulillah kalau dia menyadari kekurangannya. Rapi dan disiplin. Semoga kesadaran akan membuatnya lebih ringan mengatasi kekurangannya itu. Hhhhh................... emang sebenarnya untuk mengarahkan anak tidak perlu bersitegang teriak-teriak atau marah, bukan? Kesukaannya, keinginannya, bisa dijadikan jalan masuk mengarahkannya untuk kebaikannya.

Selamat berjihad (di sekolah baru) berlianku.............. terangi dunia akhirat dengan kilaumu.

Selasa, 06 Juli 2010

LAGU JADUL

Aku, pacarku, dan berlian-berlianku memang paling suka mengisi hari-hari santai di rumah dengan bermain musik dan menyanyi. Karena aku senasib dengan Princessku (mempunyai mas-mas yang usianya jauh di atasku), maka aku sudah biasa mendengar dan menyanyi lagu-lagu angkatan mas-masku. Lagu-lagu jadul bagiku. Tapi aku menikmatinya karena emang lagunya enak-enak untuk didengar dan didendangkan. Beatles, Koes Plus, Air Supply, ABBA, dll.

Lalu sekarang, aku dan pacarku juga mengenalkan lagu-lagu jadul yang indah itu untuk dimainkan oleh berlian-berlian kami. Mereka pun menikmatinya. Kami cari, kami download, kami print, dan kami mainkan bersama-sama. Seruuu!!! Angkatan 90 an menyanyikan lagu-lagu 60-70 an. Lagu jadul abis. Dan tanpa melalui kamipun akhirnya mereka mencari sendiri lagu-lagu jadul itu karena mereka ternyata sangat menyukainya.

Suatu hari aku menyanyikan lagunya Kla "Yogyakarta", mengikuti radio yang sedang memutar lagu tersebut. Dasar berlianku memang penggemar musik, dia langsung tune-in, dia kagum dengan aransemennya. Lagu dan musiknya yang 'kaya' menarik perhatiannya.

"Ma, itu lagunya siapa? Bagus ya?"
'Iya, bagus memang. Mas suka? Mama juga suka lagu ini.'
"Emang itu lagu juga jadul ya? Lagunya Pakdhe-Pakdhe juga?"

Gubraaaaag !!!!! Berlianku sama sekali tidak mengenal lagu itu. Kan untuk ukuran penyuka musik seperti dia, banyak banget lagu-lagu yang dia hafal? Jangankan lagu Yogya yang masih baru, yang jadul aja dia tahu! Padahal aku mengira dia mengenal mengingat itu bukan lagu jadul. Padahal aku merasa lagu itu masih lagu baru, kalaupun lama ya bukan kategori jadul bagiku. Jadul bagiku adalah lagu-lagu jaman mas-masku. Lagu tahun 80 an dan 90 an bukanlah lagu jadul bagiku. Lagu baru, lagu masa kini, lagu up to date.

Oh My God.............. ternyata aku baru menyadari betapa aku termasuk generasi jadul. Aku bukan lagi anak-anak atau remaja. Meski masih serasa remaja terus, ternyata anak-anakku sudah remaja. Qiqiqiq.................... Lupa umur!!

Nggak papa ah. Kata berlian-berlianku, 'Mama tuh nggak kayak mamanya temen-temenku. Mereka semua sudah seperti ibu-ibu." Semoga saja maksudnya aku masih kelihatan muda, bukan aku kelihatan seperti bapak-bapak.