Hhhhhhh........... aku sangat prihatin dengan tulisan (keluhan) seorang sahabat di sebuah milis, tentang mahalnya Sekolah Alam sbb:
Singkat kata, saya & istri mencoba mendaftarkan si sulung di sebuah
sekolah alam, perjuangan yang sangat menarik, membeli formulir
pendaftaran jam 5 pagi harus siap antri, kata kenalan yang sudah
menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut dan merekomendasikannya
sebagai yang terbaik dalam jarak jangkauan lokasi dan kocek saya.
Betul juga jam 5 pagi datang sudah ada antrian, jam 7 antrian
semakin panjang, untung istri saya dapat antrian nomor 8 dari
sekitar 40 pengantri, dan formulir yang dijual ternyata cuma sekitar
20 buah, karena sekolah itu memprioritaskan murid lanjutan dari TK
ke SD, jadi untuk siswa baru hanya tersedia kuota sekitar 9 murid
baru.
Di formulir pendaftaran tercantum pertanyaan umum untuk orangtua
mulai dari; pekerjaan, penghasilan, domisili, biodata, dan berbagai
pertanyaan yg isinya menguji keteguhan hati sang ortu untuk
menyekolahkan anaknya, mulai dari masalah minat dan bakat anak,
latar belakang pendidikan ortu, lingkungan, dan opini ortu tentang
dunia pendidikan, berbobot sekali, sehingga kami semakin mantap
untuk menyekolahkan si sulung di situ.
Formulir pendaftaran sudah dikembalikan oleh istri saya, kita tunggu
sekitar 2 (dua) minggu, lalu ada pengumuman via website sekolah
(canggih lho :) ), anak saya lulus seleksi berkas pendaftaran dan
kami di undang interview ortu calon siswa. Sayapun rela datang jauh2
dari Banda Aceh ke Jakarta plus cuti agar bisa mengikuti sesi
bersejarah ini. Biaya sekolah ini "pas buat kocek saya", dengan
rincian sbb:
- Formulir pendaftaran 160 ribu, it's OK
- Biaya observasi sebelum tahun ajaran dimulai,(sit in) sebesar 210
ribu, it's OK
- uang pangkal 6 juta untuk tahun pertama saja, it's OK,
- uang registrasi tahunan 1,5 juta it's OK,
- SPP bulanan 500 ribu, it's OK,
- uang seragam 300 ribu perset, it's OK,
- Jemputan dari sekolah sesuai jarak, it's OK
- Biaya per-kegiatan ekskul dan outing, it's OK
semua normal dan seragam di semua sekolah kayaknya, "IT'S OK", kata
saya kepada istri.
Pada saat pengisian formulir kedua sebelum wawancara saya harus
mengisi kembali beberapa formulir komitmen orang tua, Lalu
saya "terpana" dan manggut2 pada daftar biaya berikutnya:
- uang sumbangan honor guru 450 ribu/bulan (?)
- Special treatment untuk anak bermasalah 1,75 juta/bulan, apaan tuh
(?)
- uang partisipasi tambahan di luar biaya ekskul yang ditetapkan
untuk setiap kegiatan ekskul ataupun outing (?)
- uang sumbangan rutin pemeliharaan prasarana sekolah (?)
- uang sumbangan investasi untuk pengembangan sekolah (?)
- Daftar sumbangan inventaris untuk sekolah, pilih minimal 3 buah,
mulai dari tempat sampah, ATK, whiteboard, camera digital, bahan
bangunan, handycam, infocus, hingga urunan untuk membeli mobil
operasional baru sekolah (?), dan sumbangan ini tidak berlaku satu
kali saja, tetapi bisa berjalan terus menerus selama anak saya
sekolah di sana.
Lalu ada daftar pertanyaan;
- Jenis HP yg dimiliki, komputer, laptop, handycam, camera, jenis
kendaraan yang dimiliki, harga rumah yang dimiliki, property, tanah,
dan asset2 pribadi lainnya,
- jumlah assetnya ada berapa, mahal apa murah,
- terus juga di tanya punya saldo tabungan dan deposito di bank yang
besar apa tidak,
- punya investasi portfolio apa tidak,
- punya hubungan dan relasi dengan public figure, pengusaha,
pejabat, aktivitas sosial apa tidak,
- dan berbagai pertanyaan lainnya yang agak berbau "SARA" kelas
sosial, terus terang saya "agak tersinggung dan ingin tertawa getir"
karena saya bukan professional sukses atau konglomerat yang memenuhi
syarat untuk memiliki semuanya dalam jumlah berlebih sesuai
persyaratan formulir, hehehehe.
Daftar sumbangan tambahan dan pertanyaan tentang asset ini bukan
cuma membuat saya terpana tapi juga kaget bin heran, lha diluar
semua biaya yang saya anggap it's OK dan akan di bayar, mengapa
mesti ada tambahan biaya lain, lha terus duit yang akan kita
bayarkan dan setor buat apa ya, trus apa kaitannya dengan public
figure?, emangnya orang biasa2 seperti saya gak pantas menyekolahkan
anak saya di situ atau bagaimana?, "Pah biaya tambahan itu buat
menambah profit pemilik sekolah biar cepat balik modal!" istri saya
nyletuk membuyarkan bengong saya, isi aja pah, lalu kita isi 3
(tiga) jenis sumbangan peralatan sekolah yg standar saja dan meng-
"cross" kolom "Ya" pada daftar permintaan tambahan dan komitmen
menyumbang di luar kategori "IT'S OK" menurut versi saya.
Kamipun masuk sessi interview, interviewer pertama menyenangkan,
menanya apa motivasi kami menyekolahkan anak di sana mereka dari
perwakilan guru, interview kedua agak bikin BT karena perwakilan
yayasan dan POMG karena menanyakan "kesiapan kami berpartisipasi dan
menyumbang untuk sekolah ini" kalau anak saya di terima, yang ketiga
kembali menyenangkan karena dari psikolog yg diundang sekolah itu.
Interviewer ketiga memberi tahu wawancara selesai dan pengumuman
bisa di lihat pada website sekitar 1 (satu) minggu lagi.
Di perjalanan pulang saya ngobrol sama istri, interview menarik ya,
walau anaknya gak diikutkan, kami membahas kenapa ya interviewer
kedua yang lebih menfokuskan dan menekankan pada "kesiapan untuk
berpartisipasi dan menyumbang untuk sekolah". Termasuk obrolan kami
dengan beberapa calon orangtua lain saat mau pulang, ada yang
bilang; "berdasarkan informasi dari teman/kenalan mereka yang sudah
menyekolahkan anaknya di sana, kita harus menunjukkan komitmen kuat
untuk menyumbang pada sekolah ini jika anak kita ingin diterima",
kata mereka.
Hari ini (01/03/2008) , saya buka website sekolah itu, melihat
pengumuman, dan hasilnya.... ANAK SAYA TIDAK LULUS...!!!! :)
Padahal anaknya sendiri belum di test kemampuannya, seperti prosedur
penerimaan siswa baru pada umumnya...
Padahal team seleksi sekolah alam ini belum melihat "kemampuan" si
sulung yang sudah hapal nama ratusan jenis tanaman beserta manfaat
dan siklus hidupnya, melebihi kemampuan rata2 anak seusianya, serta
pandai membuat maket dan taman sederhana..
Padahal yang mau sekolah itu anaknya lho; Muhammad Iqbal, bukan
bapak atau ibunya...
Kenapa ya?
- Mungkin bapaknya cuma mau nyumbang peralatan yg standar2 aja, gak
mau urunan nyumbang beli mobil buat sekolah itu :)
- Mungkin bapaknya bukan public figure :)
- Mungkin saldo tabungan bapaknya kurang banyak :)
- Mungkin nilai asset pribadi bapaknya kurang meyakinkan :)
padahal saya siap memaksakan diri membayar semua biaya sekolah itu,
sudah saya perhitungkan kok, kan ada asuransi pendidikan anak saya
yg bisa ditarik untuk tahap ini. Lalu yang mengherankan, seandainya
diterima, sudah harus membayar biaya rutin, masih meminta sumbangan
biaya tambahan lainnya termasuk; biaya operasional, asset dan
inventaris sekolah yang dalam hitungan cost budgeting seharusnya
sudah termasuk dalam biaya yang akan kita bayar nantinya, lalu
komitmen menyumbang secara terus menerus?, ini kan sekolah umum yang
komersial ya, bukan sekolah alam Jurank Doank milik Dick Doank yang
memang nirlaba sehingga perlu sumbangan seikhlasnya dari donatur,
aneh ya?.
Nah, Berlian Bangsa School itu sangat murah, mutu bagus, anak nyaman, seharusnya orangtua "mengerti", bersyukur, yah...mendukung gitu lho!! Jangan pada nunggak, jangan nuntuut melulu padahal biaya masih ditanggung pendiri. Ini bukan lagi nirlaba, tapi nombok!! He he he bukan ngeluh, tapi curhat.....Lha sama aja??
Pokoke dukung sajalah, kami ini. OK!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar