Halaman

Rabu, 26 Maret 2008

49. Komunikasi dan Hubungan Sosial

THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER
[ Seri : "Membangun Bisnis Indonesia" ]
============ ========= ========= =
[BQ]

Rahasia Bisnis Orang Jepang
Oleh : Ann Wan Seng

Belajar dari :
Langkah Raksasa Sang Nippon Mengusai Dunia

Bangsa Jepang selalu mengutamakan
hubungan pribadi untuk mempertahankan
kelompok kerja yang sehat.

Di JEPANG, tidak ada jurang komunikasi dan tirai yang memisahkan para pekerja dengan pihak pengelola. Orang AS biasanya mengurangi keterlibatan mereka dalam kerja berkelompok. Mereka melihatnya sebagai tugas remeh dalam membentuk hubungan dengan orang lain. Bangsa Jepang selalu menekankan hubungan pribadi sebagai cara untuk mewujudkan dan mempertahankan kelompok kerja yang sehat.

Selain itu, bangsa Jepang menggunakan sejumlah waktu untuk bersosialisasi dengan kelompoknya setelah bekerja. Tujuannya adalah untuk mengeratkan hubungan diantara mereka. Jika hubungan sosial kuat, maka kelompok kerja mereka juga akan kokoh. Selain itu, kegiatan di luar tempat kerja dapat membantu mengurangi ketegangan dan memperbaiki konflik yang timbul di tempat kerja atau sewaktu melakukan pekerjaan.

Interaksi sosial memberi kesempatan kepada orang Jepang untuk melakukan hiburan bersama rekan-rekannya sebagai salah satu cara melepaskan ketegangan. Ini juga menjadi saluran melepaskan marah yang terkekang sepanjang hari saat bekerja. Jika perasaan tersebut terus disimpan, maka akan timbul konflik dan krisis yang dapat menghilangkan prestasi kerja dan produktivitas organisasi. Menurut sebuah penelitian, pengelola Jepang menghabiskan sepertiga sampai separuh waktu mereka untuk kegiatan kelompok. Kegiatan dan hubungan sosial diperlukan untuk menjaga kepentingan para pekerja dan pengelola organisasi.

Bagaimanapun, keburukan yang terjadi di dalam kelompok kerja terjadi karena tidak terciptanya hubungan antar-individu yang baik. Orang Jepang menghormati mereka yang mampu bersikap rendah hati dan dapat melindungi dirinya sendiri. Perhatian diberikan kepada mereka yang dapat bertindak sesuai dengan keadaan. Di Jepang, mereka yang memilih sikap rendah hati lebih berhasil daripada yang suka bersaing. Persaingan menimbulkan emosi-emosi negatif dan keadaan yang tidak sehat. Dalam sebuah organisasi, tidak seharusnya muncul persaingan antar pekerja, tetapi kerjasamalah yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan. Sikap suka bersaing hanya menghabiskan waktu, sedangkan sikap bekerja sama menghemat waktu dan mengoptimalkannya.

Orang Jepang menjadikan komunikasi sebagai faktor utama dalam sebuah kepemimpinan. Orang Barat menekankan hubungan dari atas ke bawah dan pemusatan kepada individu dan peranannya dalam sebuah kepemimpinan. Dengan begitu, mereka mendapat dukungan, kerjasama, dan mengikat kesetiaan para pekerjanya.

Orang Jepang menerima dengan baik hubungan komunikasi timbal balik yang terdiri dan hubungan emosi dan fungsi. Para atasan dan pekerja bawahan memiliki hubungan timbal balik yang tidak bisa dihindari. Hubungan timbal balik ini bukan sesuatu yang diwajibkan dalam hubungan organisasi, tetapi diwujudkan untuk mendatangkan fungsi bersama dan melahirkan kekuatan yang dapat mengikat para pekerjanya. Hubungan antara pihak atasan dan bawahan perlu dilakukan lewat dua jalur. Hal ini penting untuk menjamin kesuksesan sebuah organisasi.

Dengan cara demikian, pihak pengelola dapat mengenali kelemahan dan kekuatan para pegawainya. Cara ini membantu organisasi untuk berkembang dengan seluruh kekuatan pekerjanya. Selain itu, segala kelemahan dapat diatasi dengan cara yang baik.

Di Jepang, para atasan berharap orang bawahan memahaminya. Jika prestasi pegawai atasannya lemah, maka pihak bawahan diharapkan dapat memperbaiki dan tidak menghakimi mereka. Kelemahan tersebut tidak diletakkan pada bahu satu orang, tetapi ditanggung dan dihadapi bersamasama Keadaan ini tidak terjadi di Barat. Di Barat, kesalahan adalah milik individu. Para pekerja di Barat dilarang menawarkan bantuan kepada atasannya. Pandangan dan pertolongan dianggap tidak diperlukan sama sekali.

Berbeda dengan Jepang, pihak pengelola tidak merasa malu untuk memperbaiki kesalahan karena akan memudahkan mereka untuk mendapatkan bantuan dan dukungan bawahannya. Orang Jepang berpegang pada norma-norma yang sudah ada dan menambah proses mendengar. Mereka berusaha mengurangi ego dengan membuka pikiran untuk menerima pandangan orang lain. Mereka dapat mengeluarkan pendapat tanpa sanggahan dan bersedia mengikuti semua keputusan yang dibuat bersama-sama

Nilai budaya Jepang senantiasa memberikan penghargaan kepada mereka yang dapat membina hubungan baik dan bertukar pikiran secara harmonis. Mereka menolak masalah-masalah yang menekan pribadi. Oleh karena itulah, orang Jepang dapat dengan baik mengatasi konflik dan beban kerja yang sama dengan orang Barat. Komunikasi seperti ini berhasil membentuk semangat kebersamaan dan memberi kekuatan kepada orang Jepang untuk bersaing. Bukan secara individu, melainkan secara kelompok di bawah organisasi yang didukung bersama-sama. Tanpa komunikasi, kelompok kerja yang utuh tidak mungkin dapat diwujudkan dan akan menjadi puncak segala masalah seperti yang dihadapi semua organisasi di seluruh dunia.

[ Fakta Menarik ]
Kebaikan hubungan timbal balik :
• Mendatangkan fungsi bersama
• Melahirkan kekuatan
• Menjamin kesuksesan organisasi
• Segala kelemahan dapat diatasi dengan baik
• Pihak pengelota dapat mengenali kekuatan dan
ketemahan bawahannya
_______

Komunikasi merupakan alat yang paling utama
dalam menjalin hubungan kepemimpinan
_______

Di Barat, kesalahan adalah milik individu
_______

Orang Jepang menolak masalah-masalah
yang bersifat pribadi
_______

[ besambung ]

Tidak ada komentar: