Malam itu anak ketiga saya (Rafi, 8 thn) datang ke kamar saya dengan air mata nyaris jatuh ke pipinya yang sudah tidak cubby lagi. Dengan suara manja dia ngadu ke saya.
“Itu Ma, Mas Hafizh pakai pianikaku tapi nggak mau naruh ke tempatnya lagi. Terus, aku jadi capek harus rapiin padahal aku sudah ngantuk.”
Langsung saya peluk dan tenangkan hatinya, elus dan cium kepalanya yang baunya ledis tapi sedep. Saya usap airmata yang nyaris jatuh sambil putar otak cari cara jitu.
“Cinta mama, kalau Mas Rafi mau taruh balik pianika itu meski Mas Hafizh yang pakai, Malaikat pada berebut mbagusin rumah Mas Rafi di surga. Mungkin sekarang mereka sudah siap-siap karena tahu Mas Rafi mau berbuat baik.”
“Pintunya seperti pintu Masjid Nabawi yang di Madinah ya Ma?”
Tiba-tiba binar indah sudah mengganti mendung di matanya tadi.
“Jauuuh lebih bagus.”
“Ada emasnya ya Ma? Ada berlian di lampunya?”
“Bukan mustahil.”
“Atapnya bisa dibuka seperti payung ya Ma seperti Masjid Nabawi?”
“Kalau Allah yang suruh, malaikat akan lakukan apa saja. Sediakan apa saja buat Mas Rafi.”
Dengan senyum mengembang, air muka sangat riang, dia langsung melesat pergi merapikan pianika yang tadi membuat air matanya nyaris jatuh.
Saya langsung berdo’a, semoga Bapak Ibu saya sekarang ini menempati alam kubur yang indah, terang, nyaman. Dan memang Rafi (juga kakak dan adiknya) nantinya memang penghuni surga yang kekal. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar