Halaman

Jumat, 23 November 2007

IBU ITU TAHU ANAKNYA ADALAH BERLIAN

Saat itu saya ada perlu ke sebuah Money Changer yang berada di dalam Mal. Selesai urusan, saya mampir ke toko buku meski tidak ada agenda membeli buku. Yah, sekedar sightseeing, kalau nanti akan beli buku sudah mempunyai bayangan buku apa yang akan dibeli.

“Aku terlahir 500 gram dan buta” cukup menarik perhatianku. Saya memang suka membaca true story, terutama tentang pengasuhan anak, kehebatan seorang ibu dalam melakukannya, atau tentang perjuangan orang dalam meraih kesuksesan. Sebelum nanti membelinya, saya baca dulu isinya.

Sekilas saya baca kisah nyata ini tentang pengakuan anak tersebut. Dia lahir dengan berat hanya 500 gram, jari-jari sebesar batang korek api, masuk inkubator 7 bulan lamanya. Setiap hari selama 7 bulan ibunya selalu datang ke RS tempat dia dirawat, tidak peduli hujan maupun salju turun dan tanpa payung. Tiap datang, dengan linangan air mata namun keyakinan tinggi, ibunya selalu mengajak dia berbicara. Selanjutnya ibunya mendidiknya dengan sangat baik. Tidak berarti permissive karena dia mempunyai kekurangan. Tapi jika perlu juga keras. Ibunya mendidik tegas dalam artian “firm”. Kalau tidak ya tidak, kalau harus ya harus. Tidak lembek!

Dalam buku itu si anak bersyukur mempunyai ibu yang mendidiknya sebaik itu, sekeras itu, tidak lemah karena kondisinya, tetap tegar dan kuat. Seandainya ibunya banyak memberi keringanan kepadanya karena kondisinya, dia yakin dia tidak akan seperti sekarang. Dia memang Berlian yang dididik dengan benar.

Saya jadi malu pada diri sendiri, sekaligus terinspirasi untuk belajar agar menjadi lebih baik. Ya, kalau anak yang terlahir seperti itu saja bisa menjadi “hebat” dengan pengasuhan yang benar, maka tentu anak-anak lain yang terlahir dengan keadaan fisik yang lebih baik harus menjadi lebih “hebat” lagi. Atau untuk menjadi “sama hebat” hanya memerlukan perjuangan yang lebih ringan dari orangtuanya.

Ya, ibu itu tahu dan yakin, anaknya adalah berlian. Dia hanya perlu berjuang lebih keras dari orangtua lainnya untuk memperlihatkan kilauan berliannya. Dia juga yakin, dia mempunyai kemampuan untuk berjuang jika dia mau. Karena memang Allah tidak mungkin menganugerahi anak seperti itu kalau ibunya tidak mampu mengasuhnya. Allah tidak pernah dzalim! Dia rela melakukan apa saja, mengorbankan apa saja untuk kemajuan dan kebaikan anaknya. Tentu dia sangat berat perasaannya waktu harus tegas pada buah hatinya ini yang mempunyai kelemahan fisik. Tapi tetap dia lakukan karena dia sangat sayang pada anaknya.

Banyak lagi ibu yang mempunyai anak “berbeda” namun tetap berjuang keras agar anaknya mampu mandiri. Anak autis menjadi anak hebat, anak cacat kaki dan tangan ditambah down syndrome bisa menjadi pianis handal, anak buta bisa menjadi komponis hebat, dll. So, kita yang diberi kemudahan dengan anugerah anak yang “normal” harusnya bersyukur dengan mendidik anak kita dengan benar. FIRM!! Tidak galak, tidak permissive. Tidak pelit, tapi juga tidak mengabulkan segala keinginan anak yang justru akan menjerumuskan anak. Memberikan yang diperlukan akan lebih bijak.

Saya harus membeli buku itu!

Tidak ada komentar: