“Mama beli apa aja sih? Waduuuh, cantik sekali Ma, baju ini. Buat adek kan? Adek lagi.....adek lagi! Buat Mas mana?”
Deg!! Saya langsung merasa bersalah mendengar sapaan anak ketigaku yang berumur 8 tahun. Ya, saya khawatir kalau anak gantengku yang sudah menjadi bungsu selama 7 tahun itu mulai merasa kurang mendapat perhatian. Itu adalah “warning” bagi saya (dan suami).
“Iya nih Mas, Mama beli baju adek. Kebetulan tadi Mama lihat ada SALE baju bayi. Kan adek bajunya sudah mulai sempit karena tambah gede, mau pake baju Mas yang kecil nggak bisa, kan adek perempuan. Tadi nggak ada baju yang gede (untuk Mas), jadi Mama nggak beliin Mas. Eh, tapi kalau Mas memang perlu beli baju, nggak usah nunggu ada SALE, kita beli yuuk!”
Begitu saya menimpali teguran dia yang cukup mengena. Saya sangat tidak ingin dia terluka hatinya karena kehadiran adiknya dia anggap mengambil perhatian saya kepadanya.
Dia langsung tersenyum, memeluk saya, manja sekali. Ya, dia mau mengatakan kalau dia kangen dengan perhatian saya yang tadinya sangat tercurah buat dia, namun sekarang harus dibagi karena adiknya memang masih sangat perlu penanganan saya langsung.
Mulai hari itu, saya selalu sediakan waktu khusus buat dia, dan sedikit terkesan agak mengalahkan adiknya. Akhirnya, dialah yang justru marah kepada saya karena tidak memperhatikan adiknya (sepenglihatan dia). Padahal itu trik saya supaya dia tetep merasa special, dan memang semua anak saya special bagi saya.
Wuuuh, lega rasanya, si kakak tidak merasa tersisihkan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar