Saya mendapat undangan dari sekolah anak-anak untuk mengambil hasil belajar. Seperti biasa, saya datang dan menunggu giliran dengan tenang. Beberapa orangtua lain menunggu dengan sedikit gelisah.
“Ibu orangtuanya siapa?”
“Anak ibu pinter ya, kok tenang banget?”
“Ooo, Farras, pantesan ibu tenang. Kata anak saya Farras itu pinter banget. Pasti rangking satu.”
“Ooo, Hafizh, kata anak saya Hafizh itu semua bidang pinter. Aktif lagi di organisasi. Pasti rangking satu.”
“Ooo, Rafi, kata anak saya, Rafi itu best friendnya dia. Anaknya baik, pinter, nggak sombong. Pasti ranking satu.”
Begitu kurang lebih mereka berkomentar. Padahal, saat saya ambil raport mereka belum tentu rangking satu. Kadang, masuk 5 besar saja tidak lho. Bagi saya, ya ne pa de problema. Alhamdulillah, berarti teman-teman anak saya sendiri mengakui kepinteran anak saya. Meskipun anak-anak saya tidak menduduki rangking satu, tetap temannya cerita ke orangtuanya kalau anak saya paling pinter.
Ya, rangking itu hanya akibat. Jadi bukan tujuan dari belajar. Begitu saya selalu tanamkan pada anak-anak saya. Jadi, yang penting dan wajib adalah mereka beribadah (belajar adalah salah satu ibadah wajib mereka). Kami selalu tanamkan wajib kifayahnya belajar, selama masih ada bidang yang dikuasai oleh pihak lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar