Dulu, ibu saya alm aktif di KLOMPENCAPIR (Kelompok pendengar pembaca dan pirsawan). Kegiatan kelompok ini adalah mendengar (radio), membaca dan melihat (TV,koran, buku) dan kemudian mendiskusikan, menerapkan dan mendidik ibu-ibu lain yang belum paham atau belum tahu.
Tiap waktu tertentu mereka bertemu untuk diskusi, sharing buku, ilmu, wah pokoknya rame "ngrumpi" hal-hal yang bermutu dan berguna! Bawaan mereka buku, radio transistor kecil, koran, kalah para wanita karir yang kemana-mana nenteng HP atau dompet isi lipstik!
Saya melihat pendidikan ini cukup efektif. Ibu-ibu yang berpendidikan rendah secara akademis yang ibu saya bina menjadi luas pengetahuannya, cerdas, dan bijak dalam bertindak.
Mereka menanam sayuran, bumbu, dan tanaman obat di halaman rumah, di pot cantik, atau di kaleng bekas, sesuai kemampuan ekonomi mereka. Memelihara ikan lele, ayam, atau bebek bagi yang lahannya memungkinkan. Sehingga kebutuhan gizi dan obat ringan rumah tangga terpenuhi tanpa harus banyak keluar uang. Rumah merekapun asri penuh tanaman cantik yang bermanfaat.
Tiap akan memasak nasi, mereka sisihkan sejumput beras, ditaruh di kaleng bersih di depan rumah (dinamakan BERAS JUMPUTAN). Tiap malam, petugas keamanan yang ronda harus mengambil semua beras jumputan tersebut dari rumah ke rumah, sehingga mau tidak mau dia harus keliling ke semua rumah. Hasil dari beras jumputan akan dikumpulkan ke penanggungjawab, dan akan dijual jika sudah cukup banyak kepada anggota kelompok yang kurang mampu dengan harga lebih murah dari harga pasar. Uang hasil penjualan akan disimpan dan digunakan jika ada keperluan mendesak anggotanya. Misalnya sakit dan tidak ada biaya berobat.
Kegiatan posyandu, olah raga bersama, klompencapir, menjadi ajang pembinaan yang efektif. Tidak ada kesempatan yang digunakan untuk bergosip, ghibah, apalagi fitnah!
Pemberian ASI sangat disadari manfaat dan hematnya. Yang buta huruf juga rajin mengikuti "sekolah" dengan salah satu pengajarnya ibu saya (saya sering ikut ngajar juga). Ibu-ibu itu semangat sekali belajarnya. Bahkan, sambil beraktifitas merekapun belajar. Mereka akan menunjukkan daftar belanja atau rencana keuangan sederhana kepada saya saat mereka sudah bisa menulis membaca.
Namun sekarang, saya sulit sekali meniru apa yang sudah dilakukan ibu saya tersebut. Jika saya bicara tentang ASI, mereka selalu menanggapi sambil lalu karena menurut mereka artis di TV, dokter (yang mereka sendiripun tidak memberi ASI), juru dakwah, lebih pantas didengar. Untuk orang yang tidak mampu secara ekonomi akan mencibir saya jika saya mengajak mereka berhemat, hidup bijak secara ekonomi, mereka minta materi (uang, barang, dll) yang mereka tuntut untuk saya berikan.
Mereka hanya melihat kalau saya lebih baik secara ekonomi dari mereka. Saya bukan dokter, bukan artis, bukan pejabat, bukan da'iyah, bukan anggota DPR, he he he.... mereka benar! Saya memang bukan semua itu tadi, saya seorang IBU, pencetak generasi.
Sekarang memang jamannya berbeda. Bukan APA yang disampaikan, namun SIAPA yang menyampaikan rupanya lebih penting dan diikuti.
Tpi nggak papa, saya harus terus menyuarakan pendapat saya. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar