Halaman

Minggu, 18 Januari 2009

Hati-Hati Dengan Ucapan Kita pada si Kecil

Kata orang bijak, apa yang kita masukkan ke dalam mulut itu seringkali tidak lebih berbahaya ketimbang apa yang kita keluarkan. Yang keluar dari mulut kita bisa menusuk perasaan. Bahkan, kalau terhadap anak kecil (balita), apa yang keluar dari mulut kita bisa membentuk kepribadian.

Sayangnya, orangtua sering kurang menyadari apakah ucapannya selama ini lebih merupakan ekspresi perasaan (expressing) atau justru berupa penyerangan (attacking). Seringkali orang tua juga kurang menyadari apakah ucapannya lebih sering berupa hasil penilaian objektif (fair dan membangun) atau hanya berupa pujian yang menipu.

Ekspresi berarti kita menyatakan ketidaksetujuan kita pada anak dengan bahasa / gaya yang menyadarkan anak (emphatic way). Sedangkan kalau attacking itu kita menyerang kepribadian anak dengan kata-kata yang menjatuhkan atau menegatifkan.

Penilaian juga begitu. Menilai itu artinya kita melihat anak dari sisi anaknya. Apa yang kurang kita perbaiki dan apa yang sudah baik kita kasih reward (pujian, hadiah, dst). Ini beda dengan pujian yang menipu. Karena kita nggak mau susah, atau supaya anak kita ”senang” dan tidak rewel, lalu kita puji-puji dia.

Antara Over & Minder
Studi para ahli, seperti dikutip Prof. Quraish Shihab (Lentera Hati: 1994), mengungkap, sebagian besar penyebab kekurangan dan kehebatan orang dewasa itu terkait pada masa kecil. Berbagai temuan lain pun mengungkap yang sama.

Anak yang sering kita serang kepribadiannya dengan ucapan yang menjatuhkan, akan berpotensi punya konsep-diri rendah, seperti minder atau mudah merasa saya tidak bisa. Sebaliknya, anak yang sering kita puji tanpa alasan atau dengan alasan yang sangat subyektif akan berpotensi over (kurang tahu dirinya).

Baik over dan minder, keduanya adalah kekurangan. Bahkan jika kekurangan itu sudah mengakumulasi sedemikian mendalam, akan mungkin membentuk bawaan (trait) yang sulit diubah. Kasihan kan anak kita?

Fokus Pada Tindakan
Bagaimana supaya kita tidak kebablasan melontarkan kata-kata yang dapat menyerang kepribadian atau memberikan pujian yang terlalu subjektif? Syaratnya adalah latihan memfokuskan ucapan hanya untuk mengomentari tindakannya, bukan orangnya.

Katakanlah si Kecil ogah mandi karena lagi enak-enaknya nonton. Kalau kita tidak fokus pada tindakannya supaya mau mandi, biasanya kita tergoda untuk melontarkan ucapan yang merembet kemana-mana, misalnya mengatakan pemalas, selalu menentang orangtua, dan seterusnya.

Begitu juga dengan menilai si anak. Sejauh dasarnya bukan tindakan atau perkembangan nyata, maka pujian yang kita berikan itu sama sekali tidak membentuk self-esteem (harga-diri positif). Mungkin itu dapat disebut pujian semu.

Semoga bisa kita jalankan.

Sumber: Sahabat Nestle

Tidak ada komentar: