Sejak kecil, aku memang bukanlah anak yang "biasa saja". Entahlah, aku juga tidak mengerti apa sebabnya aku berbeda. Hampir dalam segala hal, aku berbeda. Sejak duduk di Taman Kanak Kanak, aku selalu ingin "tampil" lebih dari teman-temanku. Oleh karenanya aku selalu berlatih keras nyanyi, menari, deklamasi, pidato, atau apapun jika akan ada pejabat yang berkunjung atau ada lomba. He he he....tujuannya, biar akulah yang terpilih untuk mewakili sekolahku, dan kemudian......akulah pemenangnya atau bintang acaranya. Walaaah.....dari kecil kok narcist habis gitu ya?? Ehem....
Sebenarnya aku itu merasa sebagai anak yang pemalas. Namun orang di sekelilingku selalu mengatakan aku rajin belajar. Kenapa? Karena ketika mulai masuk SD dan mendapatkan buku paket dari sekolah, pffff........aku sebel! Iya, aku sebel harus membaca dan menyelesaikan soal yang ada di buku-buku itu setiap hari. Itu mengganggu kesukaanku membaca, dan bisa dipastikan yang aku sukai bukan buku paket SD! Akhirnya aku putuskan membaca semua buku itu dan mengerjakan semua....ya semua soal yang ada di sana sampai selesai. Setelah itu, selama setahun penuh aku nggak pernah membaca dan mengerjakan soal baik di sekolah maupun di rumah sebagai PR.
Demikian juga untuk tahun-tahun selanjutnya. Malahan, aku terkadang membaca, mempelajari, dan langsung menyelesaikan seluruh buku paket untuk pelajaran kelas di atasku. Ini semua agar tahun depannya lagi aku "bebas" dari buku paket, PR, dan segala hal menyebalkan lainnya. He he he........... dasar pemalas!!!
Demikian seterusnya sampai aku "jatuh cinta" dengan matematika, karena menemukan keasyikan tersendiri saat bisa memecahkan soal matematika. Aneh kan? He he he.....saat anak lain menganggap matematika adalah "momok" menakutkan, bagiku hiburan yang mengasyikkan. Tuh..........beda lagi deh!
Ke "narcist" an ku pun berlanjut. Menjadi pelajar teladan bahkan sampai tingkat Propinsi, bintang perpustakaan, pidato, baca puisi, deklamasi, cerdas cermat, dan juara-juara lain aku sabet dengan gemilang!! Cieee........ gaya ya? Bahkan sampai memasuki masa kuliah, dua perguruan tinggi dambaan hampir setiap lulusan SMA di Indonesia pada waktu itu (sampai sekarang nggak sih?) dengan mulusnya berhasil aku tembus testnya. UGM dan STAN.
And then.................... suatu hari di jaman sekarang......... (kayak ilustrasi film ya?)
Saat baca postingan teman-teman alumni STAN tempatku kuliah pertama, tentang Ibu Menkeu yang Ibundanya wafat, deuu.......aku jadi ingat cita-citaku waktu kecil.
Sejak kecil, aku pengen menjadi "seseorang" setelah dewasa nanti. Aku ingin jadi menteri saat masih sangat muda, sehingga Bapak Ibuku sempat melihat dan bangga. Secara, aku anak ke 9. So, saat aku dewasa orangtuaku sudah cukup berumur. Makanya maunya ya jadi saat aku masih sangat muda. 30 an gitu deh!!
Eee......setelah aku menginjak dewasa (kok kayak lagu aja ya?) dan semakin belajar berbagai hal, aku melihat adanya kesalahan dalam masyarakat. Ya, salah!! Aku melihat betapa banyaknya wanita yang sekolah tinggi, lalu mereka semua berlomba-lomba bekerja kantoran. Mereka dandan rapi, cantik, wangi, setiap hari untuk pergi ke kantor. Anak-anak sejak bayi umur 3 bulan sudah ditinggal ibunya dari pagi hingga malam. Ada yang dengan pembantu, baby sitter, atau neneknya. Mereka bilang sih............ mau cari uang buat anaknya.
Tapii.....yang mereka lakukan adalah.....ke salon saat libur, ketemuan dengan teman sampai malam saat pulang kantor, buka puasa bersama, reunian, dan acara-acara lain memenuhi agenda mereka, membeli mobil baru saat mempunyai kelebihan uang, dll. Apa iya anak-anaknya memerlukan itu semua ya? Katanya bekerja untuk anaknya??
Lalu...........uang mana yang dicari untuk anak-anaknya? Uang untuk makan yang mereka sendiri tidak melihat apa yang sebenarnya dimakan anak-anaknya, dan hanya "laporan" dari pembantu, babby sitter, atau orang lain yang dia percaya menjaga anak-anaknya? Uang sekolah yang mungkin mahal, namun si anak tidak pernah mendapat sentuhan langsung "sekolah pertama dan selamanya" .........ibunya? Uang pakaian, yang mungkin tidak lebih mahal dari sepatu ibunya? Uang untuk babby sitter atau pembantu yang mungkin hanya memperhatikan ala kadarnya karena dibayar? Yang sebenarnya anak lebih memerlukan kehadiran ibunya, sentuhan ibunya, kasih sayang dan perhatian tulus sepenuh hati ibunya.
Aku sangat tidak ingin anak-anakku "hanya" mendapatkan seorang Ibu yang seperti itu. Yang hanya menjadi ibu secara biologis karena melahirkannya. Atau yang hanya memberi ASI dengan perahan alat listrik, bukan dari payudara ibunya dengan disertai dekapan dan senandung do'a, atau bahkan hanya susu formula mahal yang dibanggakan ibunya. Padahal bagi bayi........... susu formula semahal apapun tetap bukanlah susu yang menjadi haknya, yang disediakan Allah khusus untuknya.
Aku ingin anak-anakku mempunyai seorang Ibu yang sebenar-benarnya IBU. Yang menanti kehadiran mereka sepenuh hati, yang menyusui mereka sepenuh sayang didiringi senandung do'a indah dan dekapan hangat, yang mengajari mereka berbagai hal dengan sepenuh kemampuannya, yang memberikan perhatian dengan seluruh waktu, tenaga, pikiran, dan hati yang "prima", yang benar-benar menjadi ibu bagi anak-anaknya, yang profesional menjadi ibu. Sekolah pertama dan selamanya bagi semua anak-anakku.
Dari situ, berubahlah cita-citaku. Aku ingin menjadi Ibu bagi anak-anakku, aku ingin mendedikasikan seluruh kemampuanku untuk menyiapkan generasi mendatang. Aku ingin mensyukuri tujuan penciptaanku, sebagai "sekolah pertama dan selamanya" bagi anak-anakku. Untuk menjadi IBU, aku HARUS pintar dan berpengetahuan luas, mempunyai daya nalar dan analitis kuat. Aku akan selalu dan selamanya belajar untuk menjadi IBU yang sesungguhnya, IBU sejati. Untuk mengasuh semua berlian indah Allah yang diamanahkan kepadaku.
I love you BERLIANKU........................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar