“Dek, aku bacain Al Qur’an ya.”
“Eee......, jangan ditarik dek, itu Al Qur’an.”
Breet, ternyata sudah keburu ditarik sama tangan mungil adiknya, dan.............terlepaslah cover Al Qur’an itu.
“Waduh Mama!!! Al Qur;an nya robek! Adek berdosa nggak Ma kalau ngrobek Al Qur’an?”
“Tapi kan adek nggak tahu Ma, dia masih bayi. Lagian memang Al Qur’an ini sudah mau rusak. Wajar aja gampang robek.”
Ya, si Mas yang sangat sayang adiknya sangat khawatir kalau adiknya berdosa dan sibuk membela adiknya. Dia sama sekali tidak marah karena Al Qur’annya robek.
“Ma, sebenarnya kalau Al Qur’an robek boleh nggak? Dosa nggak kita?”
Wuih, pernyataan dan pertanyaannya yang bertubi-tubi dan memang di luar dugaanku sungguh membuat aku bingung. Lha aku sendiri banyak tidak banyak tahu hukum fiqh.
“Menurut Mama sih nggak apa-apa sayang, kan Al Qur’an itu ditulis dalam kertas (buku). Kalau sering digunakan ya gampang rusak. Allah pasti lebih suka Al Qur’an robek karena anak shaleh seperti Mas Rafi rajin membacakan buat adeknya daripada selalu baru dan rapi karena tidak pernah dibaca. Tapi cintaku, Mama akan cari tahu hukumnya ya. Mama minta maaf untuk hal ini belum paham. OK?!”
Jawaban itu rupanya cukup memuaskannya. Aku tidak tahu dia puas karena adeknya terlepas dari dosa atau karena aku akan segera memberitahukan yang benar. Lalu dia mulai membaca dengan khusyu’ dan hukum tajwid yang bagus untuk anak seusianya (8 tahun). Tidak lupa dia mengingatkan Papanya untuk memberitahukan yang benar jika ada yang salah. Ya, memang mereka sudah tahu kalau untuk membaca Al Qur’an, bahasa Arab, Papanya lebih pandai dibanding mamanya. Tapi, mas-masnya pasti akan mendapat peringkat lebih tinggi lagi. Ya, dia memang selalu mengidolakan masnya. Apalagi kadang saat dia membaca Al Qur’an, masnya mengoreksi tanpa melihat tulisannya karena sudah hafal. “Maaa, mas kok hebat, padahal yang aku baca Al Baqarah, tapi mas hafal!” begitulah kira-kira komentarnya. Tentu saja masnya senyum-senyum bangga.
Tanpa ada yang suruh, Rafi, 8 tahun, selalu baca Al Qur’an setiap hari. Dia sendiri yang menargetkan 20 ayat sehari. Kalau ayatnya panjang-panjang dia akan berdebat sendiri yang intinya dia hari itu tidak membaca 20 ayat, tetapi 15 atau 10 ayat.
Begitulah buah hatiku. Tingkahnya yang lucu, shaleh, pintar, menggemaskan. Yah, meski kadang keluar akal cerdiknya dalam mensiasati sesuatu untuk keuntungan pribadinya. Sangat wajar dan untuk masalah itupun harus belajar supaya berkembang ke arah yang bagus, bukan?
Belajar lagi saya sama malaikat kecil saya ini. Dia tidak peduli orang lain di rumah sedang ngapain, dia akan shalat ke masjid saat mendengar Iqamat (he he he memang dia masih santai saat mendengar adzan karena masjidnya dekat rumah) dan baca Al Qur’an setiap hari.
Yang jadi masalah disini adalah, aku memang tidak tahu hukum fiqh mengenai mushaf Al Qur’an. Bapak Ibu yang baik, bisa minta tolong diberitahukan kepada saya mengenai masalah ini? Sekalian dasar hukumnya dari mana, bunyinya bagaimana, pokoke lengkap deh. Maklum, saya sebagai mama biasanya juga ditanya terus sampai komplit.
Matur nuwun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar