Halaman

Senin, 22 Oktober 2007

JAJAN 1

Tahun 1994 sampai 1996, anak pertama saya umur 2 sampai 4 tahun. Kami tinggal di Pondok Safari Jurangmangu Tangerang, menyewa sebuah rumah kecil sangat sederhana, dekat sebuah toko kelontong yang cukup lengkap dengan berbagai makanan ringan yang dipajang sangat menarik bagi anak kecil manapun.

Sering saya melihat sendiri bagaimana seorang anak minta dibelikan jajanan tersebut kepada orangtuanya, biasanya ibunya. Berbagai macam cara anak-anak itu merayu. Semakin sulit ibunya mengabulkan keinginan mereka, semakin heboh juga mereka merajuk. Bahkan ada yang sampai menagis meraung-raung dan berguling-guling. Ternyata mereka berhasil mendapatkan apa yang mereka mau.

Anak-anak itu hebat, cerdas, keras pendiriannya, atau ibunya yang gampang menyerah karena malu anaknya bertingkah seperti itu? Mungkin semuanya benar ya, anak-anak memang negosiator ulung!

“Kok Hafizh nggak pernah minta jajan ya Bu? Apalagi sampai nagis-nangis seperti anak lain? Padahal kan tiap hari dia keluar rumah dan melihat toko saya?” Pemilik toko pernah bertanya heran kepada saya.

“Mungkin dia tahu mama papanya harus berhemat, masih banyak keperluan lain yang lebih penting.” Begitu jawabku karena saya pikir dia belum tentu mengerti jika saya beri penjelasan yang sebenarnya. Mungkin saya salah ya? Harusnya saya beritahu saja kenapa, karena bisa jadi akan berguna.

Hafizh (dan adik-adiknya kemudian) juga pernah, sering malah, minta sesuatu yang saya tidak setuju memenuhinya karena alasan tertentu. Saya akan konsisten menolak, apapun yang dia lakukan. Nangis? Ya saya dengarkan tangisannya, dipeluk, saya bilang saya sangat sayang sama dia, tapi tetap TIDAK! Nangis di depan orang lain berharap saya kasih karena saya malu?
“Cinta mama, mama tidak malu kamu nangis di depan orang lain. Mama akan jauh lebih malu kalau mama salah didik dan anak mama nanti jadi orang yang nggak bagus.” Itu jawaban saya atas trik dia.

Tapi, saat tertentu, kalau memang saya mau ngasih, nggak usah nunggu dia nangis, saya akan langsung kasih. Kalau bisa justru saat dia manis tingkah lakunya. Alhamdulillah, sampai sekarang, mereka tahu, tidak akan berhasil jurus-jurus jelek dipakai untuk “menaklukkan” mama tercinta. Mereka juga tahu, kalau memang itu baik dan mereka perlukan, saya akan belikan, bahkan tanpa mereka minta. Jadi, buat apa buang-buang energi untuk nangis? Berguling-guling?

Tidak ada komentar: