Halaman

Sabtu, 14 Februari 2009

KUALITAS VS KUANTITAS

Aku sedang berdiskusi dengan seorang Bapak yang peduli dengan masalah parenting, mengenai waktu berkualitas yang diperlukan bagi anak dari waktu orangtuanya. Masalah klasik? He he he...............

Orangtua yang bekerja ke luar rumah seharian, selalu mengatasnamakan bahwa mereka mengedepankan kualitas dalam memenuhi kebutuhan anak akan waktu orangtuanya........ waktu mereka.............. ayah ibunya. Orangtua seperti ini sering menggunakan istilah "waktu berkualitas" untuk sisa-sisa waktunya yang mereka gunakan untuk anak-anaknya.

Hmmmmmmmmm.........

Good..........

Mana seringkali diikuti statement, tiori, pendapat ahli (katanya sih, ahli), atau bahan bacaan yang sulit-sulit dan berbahasa asing sebagai referensinya. Mungkin biar meyakinkan, biar kelihatan keren, biar kelihatan pinter, biar kelihatan intelek, biar kelihatan hebat, biar kelihatan educated, dan biar kelihatan biar kelihatan lainnya. Padahal............ nggak terbukti blas jika mereka keren, pinter, dll. Malah makin memperlihatkan keinginannya untuk "ngeles". Ha ha ha......... capek deh!!

Ya iyalah.............
Mana ada orang pinter yang nggak ngerti prioritas?
Mana ada orang intelek nggak bisa menganalisa suatu masalah?
Mana ada orang hebat yang mengedepankan materi dibanding masa depan bangsa?
Mana ada orang educated yang tidak wise dalam mengambil keputusan?
Dan............ mana ada mana ada yang lainnya.
Ini................ hanya berlaku buat orangtua yang selalu mengkambinghitamkan kualitas waktu padahal sisa waktu lho!! Yang sudah OK sih.......... makin sip aja donk ah!!!

Kembali ke masalah kualitas.
Anak memang sangat memerlukan waktu kebersamaan dengan orangtuanya terutama ibunya. Dan waktu yang seharusnya mereka dapatkan adalah waktu yang berkualitas. Nah...... sampai usia tertentu (ini unik untuk setiap anak), kualitas waktu ini sangat ditentukan oleh kuantitasnya.

Namun............. untuk anak balita, kuantitas hukumnya wajib, nggak bisa ditawar-tawar! He he he......... kayak harga di supermarket aja ya? Memang, karena kualitasnya memang ditentukan juga oleh kuantitas.

Memang!!
Nggak ada ceritanya balita cukup bersama ibunya selama satu jam sehari semalam. Ngapain? Jam berapa? Yakin apa jam itu memang golden momentnya anak? Atau satu jam itu adalah SISA WAKTU ibunya setelah waktu lainnya dihabiskan untuk hal lain?

Demikian juga ibunya. Yakin waktu satu jamnya itu adalah waktu PRIMA yang dimiliki ibunya dan bukan hanya waktu SISA yang seadanya, pas kebetulan nggak ada acara ke luar rumah, ninggalin anaknya? Yakin waktu itu adalah saat ibunya punya pikiran, perasaan, potensi, dan tenaga PRIMA untuk melakukan kebersamaan dengan anaknya?

Atau...................

Saat itu sudah capek pikiran, perasaan, lemes, jadi bersama anak sebagai HIBURAN?

Jadi............. itu waktu berkualitas atau waktu sisa yang dikalim sebagai waktu berkualitas?

Aku sih maklum banget dengan kondisi sekarang......... di mana materi sedang jadi primadona. Belum ada kebijakan yang mendukung wanita dan anak-anak. Anak-anak SELALUUUU jadi korban materialistisnya para orang dewasa yang sok pinter, sok hebat, sok bijak.

Wanita, IBU khususnya, dalam dilema. Mau fokus pada anak, ada ketidak "aman" an, sewaktu-waktu bisa ditinggal suami selingkuh, disakiti, yang pada akhirnya nggak punya power kalau nggak punya penghasilan sendiri. Malahan suaminya banyak yang BELAGU kalau istrinya nggak punya penghasilan. Atau....... jika ada uzurnya suami maka pendapatan keluarga juga ilang kalau mereka nggak kerja. Tapii....... nggak ada juga kebijakan pemerintah untuk memberi peluang kerja bagi IBU yang break bekerja karena mengasuh anak, menyiapkan generasi.

So, jika mau fokus pada anak, maka harus rela melepaskan segala kesempatan, mempunyai keyakinan kuat akan dirinya ......... PD .......lebih tepatnya sih narcist bahwa hanya dan hanya dialah (the one n only)yang sanggup menawan hati suaminya, ha ha ha......... hanya IBU hebat, tangguh, yakin seyakin-yakinnya kepada rejeki Allah, yang sanggup mengambil keputusan "berani" untuk fokus pada pengasuhan, pendidikan anak, penyiapan generasi.

Naaaaaa.............. harusnya IBU seperti ini mendapat penghargaan tinggi, pengakuan, dan berbagai fasilitas yang mendukung profesinya yang luhur......... menyiapkan generasi.

Hmmmmm............. memang perlu kerjasama antara istri, suami, masyarakat, dan pemerintah. Jangan disuruh berjuang sendirian donk! Lha kan anak berdua, penerus generasi bangsa!!!?

Mari kita jujur pada diri sendiri untuk memberikan yang terbaik (bukan yang treenak, tersuka, ter...... ter...... nafsu kita lainnya) pada diri kita, anak, generasi, bangsa, umat, dan tanggungjawab pada Sang Pemilik............ Allah!!

Tidak ada komentar: