Halaman

Jumat, 21 September 2007

MASAK YUUUK !?

Mungkin dari judulnya kurang menarik ya?
Nanti dulu, ini bukan memasak sembarang memasak. Iya, bener banget. Memasak yang mendidik.

Ya, dari dulu, saya selalu melibatkan anak kalau masak. Dari mereka sangat kecil, belum 1 tahun. Misalnya saya masak soup. Nah, sambil siapin bahan dan bumbu, saya menyebut semuanya dengan bersuara yang menarik, kadang sambil nyanyi dan menari. Lagunya asal, syairnya ya apa yang saya pegang akan menjadi syair dalam lagu itu. Wortel kamu lucu... orange warnanya... banyak vitaminnya... enak rasanya.... dst. He.he.he kayak penggubah aja ya. Sayang ya saya tidak mendokumentasikan lagu-lagu itu. Siapa tahu bisa dijadikan album.

Anak saya akan senang sekali melihat tingkah saya dan sesekali mengikuti gerak dan senandung saya. Tentu saja sambil saya masukkan pelajaran-pelajaran yang saya ingin dia tahu. Seperti berhitung, warna, bentuk, bahasa, baca, ketuhanan, sampai sains seperti sifat benda, perubahan / reaksi yang terjadi pada benda itu, dsb.

Sebenarnya sih lebih capek karena saya harus kerja ekstra. Bagaimana tidak? Sambil masak, saya harus jaga dia dari hal-hal yang bahaya. Kan dia selalu mengeksplore benda dengan melihat, memegang, lalu...hap masuk mulut mungilnya yang lucu. Disamping itu, saya harus bolak balik mengambil bahan yang dia lempar kesana kemari. Dan, dia semakin senang dan tergelak-gelak melihat kerepotan saya. Tapi ketawanya dia adalah obat capek dan hiburan bagi saya.

Apalagi setelah ada adik-adiknya (3 anak pertama saya laki-laki). Waduuhh, makin heboh mereka bermain saat memasak dengan saya( Untungnya jarak umur mereka tidak terlalu dekat, sehingga yang besar sudah bisa jaga adiknya). Dijamin tepung akan beterbangan saat kami memasak kue. Eksperimen merekapun makin beragam. Dan pakem perkuean akan sangat rusak oleh mereka. Ha ha ha para chef akan bingung dengan inovasi yang diciptakan oleh anak-anak saya.

Semakin bertambah umur, anak saya terbiasa dengan keterlibatannya dalam kegiatan memasak saya. Disamping permainan yang menyenangkannya, pelajaran yang dia dapat juga semakin banyak tanpa dia merasa sedang belajar. Mereka juga terbiasa dengan kegiatan “membantu” saya memasak.
Akibatnya sesudah mereka besar mereka menikmati membantu saya di dapur meskipun mereka laki-laki. Akibat yang manis dan menyenangkan.

Ada satu hal lagi yang penting karena saya selalu melibatkan mereka dalam kegiatan memasak saya. Saya bukan wanita yang biasa di dapur sebelum menikah. Jadi saya agak kurang bisa memasak. Sesudah menikah, apalagi punya anak, saya mau menyajikan masakan saya sendiri. Gimana caranya donk?

Saya mesti cerdik kan? So, saya memasak dengan bumbu “kira-kira” dan dengan cara yang saya rancang sendiri. Innovative gitu loh!! Rupanya mereka sangat menikmati petualangan itu. Apalagi saya selalu mengatakan bahwa saya punya bumbu rahasia yaitu “CINTA”. Memang saya memasak dengan segenap cinta saya kepada suami dan anak-anak saya. Walhasil, anak-anak selalu menunggu kejutan apa yang akan saya hadirkan lewat masakan saya yang innovative tadi. Karena masakan saya seringkali lain daripada yang lain.

Ternyata tidak bisa masak bukan alasan untuk tidak mau masak, bukan? Kalau kita mau sedikit kreatif, kekurangan kita ternyata bisa jadi sesuatu yang indah dan berharga.

Nah, kenapa tidak dicoba memasak ala saya??

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Ini baru namanya pembelajaran efektif, dimana proses belajar terjadi pada setiap moment kehidupan, disetiap tempat, dengan berbagai cara..... formal maupun non-formal ....bahkan ketika sedang "masak bareng"....