Halaman

Selasa, 18 September 2007

ASI

ASI

Air Susu Ibu. Ya, Air Susu Ibu.
Tiga kata ini adalah zat yang sangat penting sejak manusia pertama kali mengenal dunia sampai usia 2 tahun. Allah telah menetapkan di dalam Al Qur’an masa penyusuan adalah selama 2 tahun. Sebagai mukmin kita harus yakin akan hal itu.
Banyak sekali pernyataan dan pertanyaan yang sering dilontarkan ibu-ibu mengenai ASI.

“ASI ku tidak ada”
“ASI ku berhenti sendiri sejak bayi umur sekian bulan”
“ASI ku kurang, bayiku sangat kuat nyusu, harus ditambah susu formula”
“Bayiku nolak sendiri, tidak mau ASI karena sedikit keluarnya”
“Aku kan kerja, tidak mungkin ngasih ASI”
“Kalau tidak ditambah susu formula, nanti bayiku kurang gizi”
“Orang kan lain-lain, ada yang ASI nya banyak ada yang sedikit ada malah yang tidak keluar”
“Memang cukup ASI aja selama 6 bulan? Apa nggak kurus bayi saya wong dia rakus dan nggak bisa diem.”
Dsb.

Hhhhhh sedihnya lagi, yang bicara seperti itu ada juga yang dokter, bahkan dokter anak yang tentu sangat faham mengenai pentingnya ASI dan kemampuan seorang ibu memberi ASI pada bayinya bahkan bayi kembar, juga ustadzah yang tentu sangat faham mengenai perintah memberi ASI pada bayi dan pada kekuatan niat dan prasangka pada Allah. Ya, kenapa kita tidak berprasangka baik pada Allah bahwa Allah akan mencukupkan ASI kita? Tugas kita usaha tentu saja dengan makanan sehat yang cukup.

Apa jadinya anak-anak kita nanti kalau kebutuhan dan hak pertama mereka sudah kita rampas? Apa jadinya kalau kita susukan mereka pada seekor sapi? Apa jadinya kalau kita orangtuanya, egois, lebih mengutamakan karir kita dan harta duniawi dibanding buah hati, amanah yan Allah titipkan yang bahkan tidak minta untuk dilahirkan?

Ibu dan Bapak yang budiman, dengan penuh kerendahan hati, saya mengajak anda sekalian untuk memberi hak anak-anak kita sejak pertama kali kita menyambut kehadiran mereka di dunia ini.

Beberapa waktu yang lalu, saya melihat tayangan televisi yang sangat mendramatisasi seorang ibu yang terpaksa memberi air tajin pada bayinya karena harga susu naik. Saat saya lihat, ternyata bayinya berumur 9 bulan.

Wow, saya terperangah, sedih. Saya sedih bukan karena ibunya miskin tidak bisa membeli susu, tetapi saya sedih karena ibu itu bodoh! Seandainya ibu itu pandai, maka dari melahirkan dia tidak usah repot-repot membei susu bayi. Cukup dengan makan yang bergizi dan bayinya selalu diberi ASI sehingga produksi ASI akan terangsang oleh isapan bayinya, maka ASI akan selalu berproduksi bahkan sampai umur 2 tahun masih sangat cukup tanpa harus memberi susu sapi.

Makanan bergizi juga tidak harus mahal. Karbohidrat tidak harus beras, protein tidak harus daging mahal, vitamin dan mineral bisa kita dapat dengan menanam sayuran sendiri meski di kaleng atau ember bekas, kalsium tidak harus dari susu mahal.

Jadi masalahnya apa kok sering ada tayangan bayi gizi buruk dimana-mana? Menurut saya, masalahnya masyarakat kita dijejali dengan gaya hidup konsumerisme. Iklan begitu gencar dengan seenaknya memberi patokan mengenai sehat, cerdas, hebat, dsb. Mal berdiri dimana-mana. Kurang sekali adanya pendidikan masyarakat mengenai kesehatan, kebesihan, budidaya tanaman, yang tidak mengatasnamakan iklan. Jarang sekali saya melihat anak sekolah yang membawa bekal buatan ibunya yang murah namun sehat meski anak dari keluarga tidak mampu secara ekonomi. Atau mungkin ibunyapun sudah jarang yang sempat membuatkan karena sibuk “berkarir”.

Entahlah, yang pasti saya sudah membuktikan sendiri. 3 anak saya mendapatkan ASI sampai 2 tahun tanpa susu formula dan sekarang saya sedang menyusui anak keempat saya (9 bulan). Saya sangat berharap masih bisa sampai 2 tahun tanpa susu formula meski usia saya sudah hampir 39 tahun. Saya tidak ingin menyusukan anak saya pada SAPI.

Bagaimana dengan anda Ibu yang budiman? Sudahkah usaha untuk memberi ASI secara maksimal? Ingat, itu adalah hak anak anda yang diberikan oleh Allah.
Marilah kita mulai dari diri kita sendiri.

Tidak ada komentar: