Halaman

Rabu, 19 September 2007

Belajar Puasa

Waktu anak pertamaku umur 2 tahunan, kami (aku dan anakku) diskusi. Ya, dia sudah pinter ngomong dari umur 1 tahun. Mungkin karena mamanya banyak omong dan selalu ngajak omong dia.

Hasil diskusi, kami memutuskan dia berpuasa. Masa? Iya, dia berpuasa "ala dia" tentunya. Sahur dia ikut bangun (kalau memang terbangun) dan menemani mama papanya sahur. Dia nyusu atau kadang makan juga, terserah dia aja. Shalat subuh sering dia masih menemani aku karena papanya shalat di masjid dekat rumah.

Setelah tidur lagi, kalau tidak ikut bangun sahur maka jam 8 dia bangun, mandi, makan, nyusu, adalah sahurnya dia, lalu jalan-jalan sekitar komplek ( nah, saat itulah dia puasa). Pulang dari jalan-jalan, dia boleh tidak berpuasa apabila di dalam rumah. Intinya puasanya dia adalah dia tidak makan minum di luar rumah.

Sepertinya tidak puasa ya? Salah!! Dia berpuasa!!
Kenapa saya memberi label "berpuasa"?
Karena:
  1. Dia menahan keinginan makan dan minum di luar rumah (tidak mudah untuk anak umur 2 tahun bukan?)
  2. Saya mau dia sadar bahwa saat itu bulan Ramadhan dimana umat Islam wajib berpuasa.
  3. Saya mau dia bangga karena sudah "berpuasa" di bulan Ramadhan.

Kemudian, saat umur 3 tahun, dia berpuasa dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Disamping tidak makan minum di luar rumah, dia juga hanya makan dan minum dengan jam tertentu. Yah, masih sebatas kemampuan dia tentu. Paling tidak dia hanya makan dan minum di jam dia harus minum susu, makan, dan snack.

Demikian setiap tahun cara berpuasanya meningkat perlahan. Pada usia 6 tahun, dia sudah berpuasa penuh dengan kesadaran sendiri tanpa disuruh dan mengeluh. Tentu saja kadang masih ada toleransi terpotong makan atau minum pada tengah hari kemudian dilanjutkan puasa lagi jika dia tidak kuat. Yang saya tekankan, dia harus jujur jika tidak kuat tidak perlu mencuri-curi berbuka. Kejujurannya lebih saya utamakan daripada puasanya yang memang belum wajib.

Apabila dia tidak kuat, sebelum berbuka di tengah waktu puasapun saya ajak dia menganalisa apakah lebih menguntungkan berbuka atau terus berpuasa. Dengan bahasa anak-anak tentu saja. Misalnya (biasanya) dia tidak kuat pada jam 3-4 sore. Saya ajak dia menghitung berapa jam dia sudah berpuasa dan berapa jam lagi saat berbuka lalu kami analisa berdua. biasanya sih dia akan memilih meneruskan puasanya sampai magrib. Dan dia akan sangat bangga saat berbuka.

Di akhir Ramadhan, biasanya kami ajak dia ke toko buku (anak saya senang membaca dari kecil, bahkan sebelum bisa membaca sudah suka buku), dia boleh memilih beberapa buku sendiri.

Alhamdulillah, sampai sekarang (14 th) puasa di bulan Ramadhan bukan beban baginya. bahkan dengan kesadaran sendiri kadang dia puasa sunah.

Pelajaran berpuasa ini saya terapkan juga pada adik-adiknya. Semua anak saya biasa berpuasa dan mereka akan jujur jika tidak kuat. Karena kejujuran mereka sangat kami hargai. Jadi, tidak perlu mereka mencuri berbuka jika tidak kuat. Indah bukan?! Mereka memang berlian yang membanggakan.

Tidak ada komentar: