Halaman

Kamis, 31 Maret 2011

Aku Hanya Punya Empati

Kadang aku berpikir, sebaiknya aku tidak usah ke mana-mana, di rumah saja seharian setiap hari, supaya dadaku tidak sering sakit begini. Masya Allah............. bagaimana mungkin para penguasa (maaf, bukan pemimpin karena jika memang pemimpin tentu akan memikirkan yang dipimpinnya) bisa tidur nyenyak sementara masyarakatnya masih seperti ini?

Saat sedang di sebuah pasar tradisional, aku melihat suami istri menggendong masing2 1 anak. Yang satu masih bayi banget dan satunya 2-3 thnan. Si istri menyandang sebuah tape yang memperdengarkan musik daerah tertentu, si suami dengan muka berbedak tebal dan berkostum tari sambil menggendong anak yang lebih besar, segera menari mengikuti irama musik tadi. Trenyuh aku melihatnya. Segera aku angsurkan sekedar rupiah untuk usahanya itu. Aku bersyukur, setidaknya mereka tidak minta-minta dan mereka ngurus anak-anaknya.

Di jembatan penyeberangan.....ada seorang ibu dengan gadis kecil banget setiap hari duduk mengharap belas kasih orang lewat. Nggak tega rasanya jika melewati mereka. Airmataku sering aku tahan dan aku berusaha tersenyum semanis mungkin ke anak kecil itu, aku usap pipi dekilnya, dan sedikit rupiah aku taruh ke dalam kaleng yang terletak di sebelahnya. Kadang dia tertidur meringkuk di situ, dengan alas seadanya, lantai besi keras, berangin, kotor. Sedih dan trenyuh hatiku melihatnya. Ingin rasanya aku bisa memberi tempat yang nyaman baginya untuk tumbuh. Kapan-kapan aku ingin membawakannya buku-buku Princess kecilku untuknya. Biar dia belajar seperi Princessku.

Suatu hari aku melihat anak-anak berseragam abu-abu putih duduk-duduk di taman di pinggir jalan pada jam sekolah. Yah......mana tega aku tidak berhenti dan menanyakan mengapa mereka tidak sekolah. Ternyata mereka terlambat dan tidak boleh masuk sekolah seharian. Dan kalau pulang mereka takut diadukan oleh pembantunya karena tidak sekolah, lalu nanti orangtuanya marah menyalahkan mereka tanpa mendengar alasan mereka. Ya sudah, aku antar mereka ke sekolah dan aku upayakan mereka bisa masuk sekolah hari itu meski terlambat. Wuiiiih..............penerapan kedisiplinan yang tidak tepat.

Lalu aku juga pernah melihat anak SMA mendorong sepeda motornya. Yah.............aku segera putar balik, menanyakan apa yang perlu aku bantu, jika bensin habis dan dia tidak punya uang, maka aku belikan dia bensin sekedarnya agar dia bisa sampai rumahnya lagi nanti.

Kemudian jika ada teman-teman anak-anakku yang terancam tidak bisa ikut UAN karena belum melunasi SPP. Masya Allah.....kalau sekolah negeri mestinya gak perlu ya? Kan gedung dll disediakan negara, gaji guru dari negara, biaya operasional dari negara. Jika sekolah swasta, ya maklum sajalah kalau murid harus membayar. Karena semua-muanya harus diusahakan sendiri oleh sekolah. Tidak ada bantuan negara sama sekali. Tapi......aku malas mempersoalkannya meski itu bisa aku lakukan. Aku hanya concern pada anak-anak saja. Aku akan melobi sekolahnya, atau mengajak orangtua lain yang mau untuk kolek2 mengumpulkan dana untuk membantu anak-anak itu.

Lalu.............kembali airmataku harus tergenang jika melihat bagaimana anak-anak remaja merokok, menjadi polisi liar di beberapa tempat putar balik, apalagi yang menjadi anak nakal berkeliaran di jalanan. Sayang sekali generasi muda terlalaikan begitu saja.

Demikian juga dengan anak-anak orang kaya yang hanya dicekoki dengan berbagai fasilitas mewah, sekolah mewah, les sana sini, kursus ini itu, sementara kebutuhan pokok mereka yang berupa kasih sayang dan perhatian serta kebersamaan dengan orangtua tidak pernah mereka dapatkan. Seolah jika mereka tercukupi semua materinya maka selesai sudah tanggungjawab orangtua.

Belum lagi bayi-bayi mungil lucu tidak berdaya yang semestinya mendapat dekapan hangat ibunya, ASI langsung dari ibunya, juga didikan dan kebersamaan dengan ibunya di saat awal tumbuh kembangnya, justru harus menerima keadaan jika semua peran itu digantikan oleh orang lain. Pembantu, babby sitter, sopir, menjadi teman mereka sehari-hari, menjadi teladan mereka dalam berbicara, tingkah laku, bahkan cara berpikir dan bersikap. Karena orangtuanya sibuk dengan kegiatan yang materialis mencari uang! Entah seberapa besar uang yang mereka pikir diperlukan oleh anak-anaknya. Atau sebenarnya untuk kesenangan dan kepuasan mereka sendiri???

Entahlah.........

Karena tidak jarang setelah Senin sampai dengan Jum'at mereka asyik berkarir, ternyata Sabtu Minggu pun mereka seru dengan kegiatan sosialisasi mereka. GAUL kalau istilah anak sekarang. Hhhhh..............sayangnya, aku hanya mampu berempati saja pada anak-anak itu sekarang ini. Generasi yang terabaikan. Generasi yang seharusnya menjadi aset utama bangsa ini. Generasi yang nantinya akan meneruskan cita-cita bangsa ini. Generasi yang akan segera menggantikan orangtua mereka yang sekarang kebanyakan asyik dengan dunia mereka sendiri, tidak menyiapkan anak-anak hebat ini untuk menjadi orang Indonesia yang hebat pribadi dan kuat karakternya. Hanya menyiapkan sekedar kecakapan materi..............hanya akademis belaka.

Kecuali untuk anak-anak kandungku, aku akan lakukan apa saja demi mengemban amanahNya mengurus dan mendidik kalian semua dengan sebaik-baiknya. Jika itu harus mengorbankan karirku, maka tidaklah menjadi masalah. Karena karir terbaik bagiku adalah menjadi hambaNya, memenuhi janjiku padaNya, melaksanakan tugasku dariNya, mengasuh kalian semua berlian-berlianNya dengan sebaik-baiknya yang aku mampu usahakan. Aku yakin Dia sudah menyediakan hadiah bagiku karenanya.

Anak-anak Indonesia.................maaf jika aku baru mampu berempati pada kalian semua. Semoga Allah melindungi kalian dari kejahatan dunia, kejahatan materialistis, kejahatan orang yang seharusnya menjaga dan membimbing kalian semua. Maaf ya sayang.............tanganku masih belum mampu merangkul dan memeluk kalian semua. Hanya yang terjangkau dan do'a tulusku sebagai ungkapan cintaku tuk kalian semua...............

Semoga Allah melindungi kalian semua.................................

Tidak ada komentar: