Membaca cerita teman-teman tentang orangtua, membuatku teringat Bapak Ibuku almarhum. Hikcs..........kangeeeennnnn...................
Bapakku adalah seorang kepala sekolah senior banget (tidak mau melepaskan jabatan fungsional tersebut meski ditawarin jabatan lebih tinggi di diknas) yang sangat baik dan jujur. Beliau disegani dan disayangi semua orang. Guru-guru, anak buah, karyawan, dan kolega. Bahkan tukang koran dan tukang-tukang lain yang sering lewat di depan rumah pun datang menangis tersedu-sedu saat mendengar Bapak meninggal saat selesai menunaikan ibadah haji dan dimakamkan di Ma'la, Mekkah. Kata mereka; "Ndoro Guru itu piyayi yang sangat baik, makanya Gusti begitu sayang dan mundhut beliau di tanah suci." Sedang ibuku adalah pebisnis dan aktif berpolitik. Makanya Bapak mempunyai waktu yang lebih longgar di rumah bersama kami.
Pulang kantor sekitar jam 13.00 membuat Bapak yang menyukai tanaman mempunyai banyak waktu menekuni hobbynya itu. Halaman rumah kami yang luas tentu saja penuh berbagai tanaman baik buah maupun bunga. Mangga berbagai jenis, rambutan, jambu mete, jambu biji, talok, bahkan duren tumbuh subur berbuah lebat di sana. Bunga? Wuiiiih......... banyak dan bagus-bagus karena terawat. Tanaman hias yang hanya berupa daun-daunan akan dibentuk menjadi berjenis hewan oleh Bapak. Lucu dan indah. Bapak juga rajin menyapu halaman, dan tak lupa mengjakku dan adikku ke kolam ikan dan sawah kami pada sore hari. Memberi makan ikan dan berjalan kaki di pematang sawah bertiga menjadi rutinitas kami yang mengasyikkan. Meski punya sawah, tetapi semuanya digarap oleh orang-orang kepercayaan Bapak. Kami hanya akan berpiknik saja ke sana.
Tanaman dan bunga merupakan kesayangan Bapak setelah kami anak-anaknya tentu saja. *GRbinnarsisdotcom* Jika ada bunga yang hilang, Bapak akan marah kepada anak-anak yang seringkali tidak kuasa untuk menahan tangan mereka memetik bunga dari pekarangan kami saat melewatinya. Meski Bapak akan sangat dermawan memberikan buah-buahan masak ke anak-anak itu, namun jangan sekali-kali memetik bunganya. Karena kata Bapak, bunga akan lebih bisa memberi kenikmatan, keindahan untuk dipandang, jika masih ada di pohonnya. Jika tidak ada keperluan yang lebih penting, janganlah dipetik. Kasihan nanti akan cepat layu dan kehilangan manfaatnya, keindahannya yang bisa menentramkan hati orang yang melihatnya.
Suatu hari Bapak mendapati bunga dahlianya yang baru saja mekar hilang. Langsung Bapak mencari-cari sambil memasang wajah seramnya. Hehehe.....anak-anak akan takut jika melihat Bapak marah. Bahkan jika mereka menerima buah manis pemberian Bapak, mereka tidak berani menatap wajah Bapak. "Siapa yang metik bungaaaaa................." Demikian Bapak bersuara keras sambil mencari-cari jika ada anak kecil lewat. Langsung saja anak-anak yang memang suka bermain di sekitar rumah kami berlarian pulang. Padahal mereka tidak memetik bunga itu.
Aku dan adikku yang sedang asyik main 'pasaran' segera datang mendengar suara Bapak (yang bagi kami merdu, meski bagi anak lain serem). Setelah tahu apa yang Bapak cari, aku segera kembali ke mainanku, aku ambil, dan segera berlari menyongsong Bapak. "Ini Pak......bunganya kami yang metik. Sudah dipotong-potong. Bagus deh. Coba aja Bapak lihat." Tanpa rasa salah sedikitpun aku angsurkan potongan dahlia itu ke tangan Bapak.
Sontak wajah merah sangar Bapak seketika berubah teduh penuh kasih; "Waaahhh....iya bagus banget bunganya. Dimasak apa itu cantiiik......." Hehehe............... tentu saja aku dan adikku dengan penuh semangat menggandeng tangan Bapak untuk melihat permainan kami dengan bunga kesayangan beliau yang sudah kami petik dan luluh lantakkan dengan pisau mainan itu. Dan kami betiga asyik bermain bersama. Mungkin Bapak tidak suka dan sedih bunganya dipetik, dirusak. Tapi ternyata Bapak lebih tidak suka jika hati kami yang rusak jika Bapak marah karena bunganya kami petik.
Subhanallah.........setelah dewasa baru aku memahami. Begitulah cara Bapak mendidik kami, menjaga hati kami, memberikan contoh bagaimana menentukan skala prioritas dalam hidup ini. Bapak.................semoga kami bisa selalu berbuat yang terbaik dan membuat Bapak sekarang selalu tersenyum dan berbahagia di sana.
Love U.........................Bapak Ibu.
Aku dan adikku yang sedang asyik main 'pasaran' segera datang mendengar suara Bapak (yang bagi kami merdu, meski bagi anak lain serem). Setelah tahu apa yang Bapak cari, aku segera kembali ke mainanku, aku ambil, dan segera berlari menyongsong Bapak. "Ini Pak......bunganya kami yang metik. Sudah dipotong-potong. Bagus deh. Coba aja Bapak lihat." Tanpa rasa salah sedikitpun aku angsurkan potongan dahlia itu ke tangan Bapak.
Sontak wajah merah sangar Bapak seketika berubah teduh penuh kasih; "Waaahhh....iya bagus banget bunganya. Dimasak apa itu cantiiik......." Hehehe............... tentu saja aku dan adikku dengan penuh semangat menggandeng tangan Bapak untuk melihat permainan kami dengan bunga kesayangan beliau yang sudah kami petik dan luluh lantakkan dengan pisau mainan itu. Dan kami betiga asyik bermain bersama. Mungkin Bapak tidak suka dan sedih bunganya dipetik, dirusak. Tapi ternyata Bapak lebih tidak suka jika hati kami yang rusak jika Bapak marah karena bunganya kami petik.
Subhanallah.........setelah dewasa baru aku memahami. Begitulah cara Bapak mendidik kami, menjaga hati kami, memberikan contoh bagaimana menentukan skala prioritas dalam hidup ini. Bapak.................semoga kami bisa selalu berbuat yang terbaik dan membuat Bapak sekarang selalu tersenyum dan berbahagia di sana.
Love U.........................Bapak Ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar