Halaman

Sabtu, 19 Januari 2013

A Boy Become A Man


Tercenung saat aku mendengar komentar beberapa orang, baik teman, saudara, maupun tetangga, dan kenalan tentang bagaimana aku mendidik berlian2ku, menyiapkan mereka sebagai generasi masa depan. Sejak mereka kecil hingga sekarang, yang menurut mereka aku tuh aneh. Hehehe......masa siy? Perasaan aku biasa2 aja kok. Mungkin aku terlihat aneh karena aku gak sepinter mereka, gak sehebat mereka, jd kelihatan aneh bagi mereka. Hihihi...... Maklumi aja donk kekuranganku. Ocre??

Termasuk keputusanku merelakan gantengku merantau.

"Ya ampuuun.......kamu tega Wi, ngelepas anakmu sejauh itu? C'mon......dia masih belasan tahun, baru lulus SMA. Kamu tega lepas dia ke kehidupan bebas di luar sana? Kalo gw sih...ntarlah S2. S1 terlalu nekat. Benerin dulu shalatnya, pergaulannya, bla...bla.....bla......" Ups......dia bener!!!

"Waaah.......mbak Dewi hebat ya, berani nglepas anaknya jauh di negeri orang. Aku belum berani tuh meski anakku sudah lulus S1. Gak sampai hati rasanya. Gimana kalau dia kesulitan dan kita jauh? Kok tega ya......." Ups lagi.......jangan2 dia bener juga!!

"Bu, apa gak khawatir anaknya terlibat pergaulan bebas? Serius jadi ngijinin anaknya jauh? Apa gak diberesin dulu shalatnya, tingkah lakunya, akhlaqnya?" Duuuh........bener lagi!!

Dan masih banyak lagi komentar2 lainnya. Yang positif, menganggapku telah membuat keputusan bagus, aku hanya mengamini saja semoga perkataan mereka menjadi do'a. Yang negatif, cenderung mengecam, menghakimi, menyalahkan, hhh....membuatku galau, merasa bersalah, bodoh, kadang tersinggung, namun membuatku introspeksi diri jg. Jangan-jangan keputusanku memang salah? Tapi Ya Allah.......itu sudah menjadi sebuah keputusan, sudah dijalani, maka aku hanya berlindung padaNya, semoga Allah mengampuniku dan menjaga berlianku, anakku, cintaku, belahan jiwaku, milikNya yang sangat berharga dan sangat dicintaiNya itu. Aku harus yakin Allah pasti menganggapku bisa ngurus berlian indahNya itu, terbukti aku dipercaya menjadi ibunya. Ya to?? Hehehe.... *numpang bangga dulu ah, dipercaya sama Dia*

Usahaku menyiapkan dirinya sebenarnya sudah aku lakukan bahkan sejak aku memilihkan seorang ayah baginya, saat aku memutuskan memilih menikahi seorang laki laki yang kuanggap pantas sebagai calon ayah dari anak anakku. Lalu setelah mereka hadir dalam kehidupanku, kudidik sepenuh hati dengan tanganku sendiri, bukan kuserahkan ataupun kudelegasikan  pada pengasuh atau siapapun (karena gak kuat bayar pengasuh sekelas aku kali ye) sampai kemudian berlianku lulus SMA, rasanya sudah cukup. Jikapun belum, semoga Allah melengkapkan dengan berkahNya. Kini tugasku hanya menemaninya dari jauh, memeluknya erat dalam do'a di setiap tarikan nafasku, mendengarkan segala keluh kesah maupun keriangan remaja dewasanya melalui pembicaraan2 penuh cinta kami melalui tehnologi, serta membantunya membuat keputusan melalui masukan dan saran. Meski kadang dia sok dewasa gak mau minta saran yg akhirnya salah.....ngek ngok...... *salah itu pelajaran juga*

Sambil mengevaluasi keputusanku itu aku kembali mempelajari bagaimana ibu-ibu hebat (karena aku gak hebat makanya harus belajar dari mereka) yang sudah mendidik anak-anak hebat mereka,  menyiapkan anak-anak mereka menyongsong masa depan. Terutama yang mirip2 dengan kasusku. Menyiapkan seorang anak laki-laki menjadi pria dewasa yang siap menyongsong masa depan, yang siap membawa negerinya ke masa kejayaannya, negeri yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja, menjadi surga dunia yang penuh berkah Allah. Seperti cita-citaku sebagai anak bangsa.

***Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902, menjadi bendahara Jong Sumatranen Bond tahun
 1916, yang berarti baru berusia 14 tahun, lalu pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge School di Rotterdam, artinya usia 19 tahun sudah mengembara ke Belanda menuntut ilmu. Dan siapakah tidak mengenal Bung Hatta? Salah satu proklamator kita. Ekonom hebat kita yang usia 24 tahun sudah memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis, lalu saat usia 25 tahun sudah mengikuti kongres internasional yang diadakan di Brussels yang Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial. Dst......dst.......*** kereeeen..........ini buku bisa untuk belajar dan memotivasiku.

Ahaaa...........apa bedanya Bung Hatta dengan berlian gantengku? Mereka berdua sama2 pemuda Indonesia, bukan? Lalu kenapa aku harus takut melepaskan pujaan hatiku itu untuk menimba ilmu, meraih asa, menggembleng dirinya nun jauh di sana? Mana tahun 1921 tentu tidak secanggih sekarang. Hebat sekali ibunda Bung Hatta, tentunya sangat berat melepas buah hati sejauh itu. Aku masih beruntung bisa ngobrol dengannya setiap hari, bisa melihat wajahnya tanpa terbatas jarak, mendengar suara tanpa terhalang benua, mengetahui kabarnya bahkan tiap menit yang aku mau tanpa terhalang samudra raya nan luas. Tidak harus terbang semalaman jika aku ingin melihat wajahnya, mendengar suaranya, mengetahui kabar beritanya.

Hmm.......belagu banget loe Dew, nyamain anak loe sama Bung Hatta sang proklamator. Hehe.....maaf, bukannya dulu Bung Hatta juga hanya pemuda biasa? Sama kan dengan berlian gantengku? Apa kalian tahu suatu hari nanti anakku jadi apa? Tidakkah kalian pikir bahwa anakku juga sangat mungkin akan sehebat Bung Hatta nantinya? Atau................... lebih hebat malah? Bukankah masa depan masih misteri? Tugas kita hanya menyiapkan diri.

Bener banget, shalat harus terjaga dulu. Tapi............bukannya urusan jaga shalat anak harusnya kita lakukan sejak mereka kecil? Bukan setelah mereka remaja beranjak dewasa. Lalu kapan kita belajar mempercayainya bertanggungjawab atas ibadahnya kalau bukan saat dia masih remaja beranjak dewasa? Namun tentu saja aku tetap memantaunya, mengingatkannya, dan menegurnya jika dia lupa, lalai, atau terlena. Sebagai ibu, sebagai orangtua, kita tidak akan pernah pensiun. Mendidik anak itu tugas selamanya, tugas abadi dariNya. 

Tapi.....lagi, berilah ruang pada anak. Apa iya harus menunggu mereka dewasa/tua untuk melepasnya? Lepaslah biarkan mereka terbang mengarungi angkasa kehidupan, di saat kita masih sanggup mengawasinya. Itu pendapatku. Bisa saja salah. Tapi itu yang kuyakini dan kujalankan.

Pergaulan? Rasanya di mana-mana pergaulan sama saja, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Bagaimana kita memegang prinsip kita. Yang pasti.......................aku yakin seyakin2nya bahwa Allah akan selalu menjaganya, karena dia berlian kecintaanNya. Aku hanya bisa selalu menjaga berlianku itu dengan menjaga hubunganku denganNya, menemaninya dengan do'a do'a tulusku, memeluknya dengan shalat malamku, menyemangatinya dengan diskusi-diskusi seru kami, menengoknya untuk membuatkan makanan kesukaannya, menegurnya, memarahinya jika salah, mengapresiasinya, lalu memeluknya dan meyakinkannya bahwa dia selalu menjadi buah hatiku, kecintaanku, belahan jiwaku, dan kemudian upaya paling pentingku adalah selalu menyerahkannya dalam lindungan abadi Sang Pemilik, Allah. 

Jika ada keperluannya yang sulit aku berikan karena keterbatasanku, maka aku akan minta padaNya. Sebesar apapun permintaanku, aku yakin itu hanya hal kecil bagiNya untuk mengabulkan. Jadi kenapa aku harus ragu meminta padaNya?! Bahkan yang mustahil bagiku pasti hanya hal mudah bagiNya.

Aku yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah akan menjadikannya laki-laki yang bermanfaat bagi agama, dunia, bangsa, negara, masyarakat, orangtua, keluarga, juga adik-adiknya di masanya nanti. Aku hanya harus menyiapkannya semampuku. Aku memang tidak menyiapkanya sekedar supaya pinter, sekedar supaya mendapatkan pekerjaan bagus nantinya, sekedar supaya kaya, atau bahkan sekedar supaya dia bisa menciptakan lapangan kerja. Tidak! Kusiapkan dia tidak sekedar untuk itu. Diakui atau tidak, dia adalah bagian dari mimpiku, visi misiku dalam hidup. Karena sudah kutanamkan sejak dia di perutku, keknya dia setuju deh dg mimpiku itu atas dirinya. Dia ada dalam proposalku padaNya. Semoga mimpiku, upayaku, do'aku diijabahNya. 

Hahaha........siapa bilang anak punya mimpi sendiri? Kita bisa membentuknya bahkan sejak kita belum menikah dg menyiapkan diri kita. Lalu kita tanamkan terus menerus sejak dia di perut. Hehehe......enak kan jadi ibu? Lha Bung Karno jadi seperti itu jg karena ibunya lho; "Kamu adalah putra sang Fajar nak." Dst...... Begitu ibunya mengatakan setiap pagi sambil Soekarno kecil dipangku di depan tungku saat ibunya masak. Juga tokoh lainnya.

Gitu, Sehingga aku bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang jika sudah saatnya harus 'pulang' ke haribaanNya. Tidak masalah jika sekarang aku harus 'berdarah-darah'.
*****


The end, itu aja sharingku.......


Yg ini curcol, uuuh.......sebel! Hahaha.......gak sebel kok, hanya sewot. Eh.....ga sewot juga ah. Biasa aja.... Kadang suka malah karena kenyinyiran mereka mencambukku untuk introspeksi diri.

Sering dalam hati (karena sulit kuungkapkan) ingin kukatakan pada mereka yg menganggapku kejam, tega, atau cap buruk lainnya, bahwa:

*jgn dikira aku tega nglepas dia, krn aku saat ini menyembunyikan tangisku sambil ngobati tangannya yg (hanya) luka kecil kena penggaris saat bikin tugas gambar* hikcs.......love u darling ganteng maruteng cintaku

*jangan dikira aku tega jauh darinya, krn saat ibu lain bisa ninggalin bayi 3 bulannya setiap hari, bisa nukar ASI dengan sufor dengan alasan apapun, bisa memberi ASI perah pake botol, aku mati2an memberi haknya sampai sakit pada awalnya, aku berusaha menyusui langsung sambil memeluknya dan memberinya senandung (sumbang) ku, bahkan aku dulu juga berurai air mata jika harus pisah darinya sekedar ngantor* makanya sering kubawa.....iiiih gak profesional banget deh!!

*jangan dikira aku tidak khawatir akan dia, setiap saat aku mengiba mohon lindunganNya yg aku yakin jauh lebih ampuh daripada lindunganku, pelukanku, dan keberadaanku di dekatnya.....saat dia sdh remaja dewasa kini* lha kalo waktu bayi aku peluk2 terus krn akulah malaikatNya di dunia yg bertugas jagain dia siang malam.

*bahkan jika aku nyelolahin ke sekolah 'biasa' juga jangan dikira karena aku pelit atau anakku bodoh, hanya karena uangku terbatas saja kok. Hehehe.....sama aja yak? Tapinya suer, anakku ga sebodoh aku. Kalo cuma sekolah nggulan mah ngantri deh....... (siapa yg ngantri coba?) pokoke ada aja*

Tapi sekali lagi itu hanyalah pendapatku pribadi yang punya sangat banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karenanya aku harus berusaha jauh lebih keras dibanding ibu2 lain yang memang juga jauh lebih hebat dariku. Begitulah aku, mungkin saja karena kebodohanku, maka otakku gak sampai jika harus mengikuti cara berpikir orang pintar. Makanya aku terlihat aneh. Mmm......kalo kata iklan sih brarti mungkin karena aku ga minum t*l*k *ng*n makanya gak pintar. Qeqeqeq........emang bener kok aku ga pintar, apalagi kalo ukurannya spt sekarang.

Untung pacarku cinta banget sama yg aneh n ga pintar gini. Hehehe......... Ya kan cinta? Iya aja ya....... *wink*

Salam menyiapkan generasi, just persistent! 

Dewi sta'87

# semalam kami ngobrol seru ttg politik.....pan kapan kuceritain, smg ga bosen pada.

Tidak ada komentar: