Hedonism, konsumerisme, matrek, atau apa ya jaman ini?
Kali ini aku ingin cerita tentang pengalamanku sendiri. Aku terbiasa naik sepeda mini, kendaraan dinas pribadiku jika hanya untuk seputaran komplek rumahku. Bukan sepeda keren, sepeda mahal, atau sepeda lipat yang lagi tren sekarang, tapi sepeda mini. Hahaha..........Seru! Sambil menyelesaikan urusan aku bisa berolah raga dan bertegur sapa kiri kanan. Satpam, tukang ojek, tukang sayur, tukang ayam, semua pasti akan tersenyum riang menyapaku jika berpapasan. Kadang pulangnya aku membawa sedikit lebih kue untuk sekedar snack
pagi buat satpam dan tukang ojek yang ada di pos dekat rumah..
"Pagi Bu Haji." begitu mereka menyapaku. Sapaan yang pernah dipertanyakan oleh Princessku.
"Mama, emang Mama itu terkenal ya? Kok banyak banget sih orang yang kenal Mama dan malahan tahu kalau Mama sudah pernah pergi haji?" pertanyaan heran bercampur tatapan takjub dari mata bening itu selalu membuatku tak kuasa menahan gemes dan pasti langsung aku peluk dan cium pipi chubynya.
Hari itu urusanku ke bank dekat rumah. Agak takut karena meski hanya beberapa meter aku harus melewati jalan raya dengan naik sepeda. Hiiii........serem, gimana kalau kesenggol mobil, motor, angkot, metromni? Kadang sesampainya di jalan raya (keluar komplek) aku turun dari sepeda dan menuntunnya sampai parkiran. Di bank Alhamdulillah tidak terlalu ramai dan karyawanku, bagian keuangan sudah menunggu di sana lengkap dengan semua keperluan kami sehingga aku tinggal cek sedikit, tandatangan, lalu ketemu kasir, dan selesai. Tidak sampai 15 menit urusanku klaar.
Karena ban sepedaku agak kempes, aku memutuskan mampir bengkel dekat situ untuk isi angin. Ada sebuah mobil cukup baru (plat nomernya tiga digit di belakang) sedang ngisi angin juga. Kudengar bapak yang membawa mobil itu sedang bercerita ke tukang bengkel bahwa itu mobil biasa dipakai anaknya kuliah. Terlihat binar kebanggaan sekaligus suara agak sombong di sana. Aku hanya tersenyum sendiri saja. Dan tukang bengkel mendengarkan dengan kagum sesekali bertanya dan kembali berdecak penuh kekaguman.
"Maaf Pak, apa tidak kebesaran ya kalau diisi 60?" tanyaku reflek mendengar bapak itu akan isi ban mobilnya sebesar itu, karena aku sendiri jika isi angin untuk mobilku hanya 32-35. Aku khawatir dia salah sebut angka yang akan menyebabkan bahaya.
Kontan mereka berdua menatapku tajam. Si Bapak lalu ramah mengatakan memang mobilnya biasa diisi 60. Lalu dia mengajakku ngobrol sambil menunggu mobilnya selesai. Dari obrolan kami, ternyata dia bilang pernah tinggal di komplek yang sama denganku, namun sudah tidak di sana lagi. Setelah aku tanya di blok mana? Yang dia sebut adalah alamat yang aku kenal pemiliknya, tapi bukan dia. Agak heran, namun aku tidak menunjukkannya. Tanpa kutanya, mungkin juga tanpa dia sadari, terbersit kesan bahwa dia adalah mantan sopir dari tetanggaku itu.
'Wah, hebat nih bapak.' Pikirku.Mantan sopir tapi sekarang anaknya kuliah naik mobil baru. Tapi kemudian dia menyebut nama anaknya, kuliah di mana......lho?? Aku tahu anak itu anak siapa, dan bukan anak dia. Hehehe................rupanya ini bapak masih sopir, hanya pindah majikan. Dan yang dia bilang anak adalah anak majikannya. Ya, sudahlah aku tidak ingin membuat dia malu. Aku biarkan saja dia dengan kesombongan palsunya. Kasihan......
Selesai mobilnya, bapak itu pergi dan tibalah giliranku isi angin untuk sepeda mini pink ku.
"Emang Mbak punya mobil gitu?" tiba-tiba aku dikagetkan dengan pertanyaan mengejek dari tukang bengkel yang tadi terkagum2 dengan bapak tadi. Padahal bapak tadi berbohong.
"Kalo emang punya, coba aja bawa sini." lanjutnya sinis sambil tak henti memperhatikanku dari ujung jilbab sampai ujung sandal, dari sepeda sampai sepeda ya hanya sepeda yang dia lihat. Celana panjang jeans, kaos lengan panjang, jilbab kaos, sandal, tanpa make up dan tanpa perhiasan sama sekali. Karena aku terlihat miskin, maka dia tidak menghargai, terkesanmengejek, menghina, curiga, tidakpercaya.
Hahaha.......................geli sekali sebenarnya aku dibuatnya. Dia bisa kagum meski bapak tadi bohong. Tapi dia sangat sinis padaku karena aku naik sepeda dan mungkin menurutnya aku tidak pantas punya mobil. Gak ada tongkrongan punya mobil. Aku memang tidak pernah ke bengkelnya karena bengkelnya bengkel motor. Lha aku tidak bisa naik motor. Kalau service mobil, aku sudah punya langganan yang mana aku tinggal telpon maka montir akan datang ambil dan nanti mengembalikan ke rumah. Kalau keluhanku ringan, maka service malah dilakukan di rumah. Lagian emang kenapa kalo aku tidakpunya mobil? Apa iya harus menghargai orang hanya karena kekayaannya?
"Oh.......tolong isi anginnya mas. Saya pakai sepeda saja." jawabku tetap sopan.
"Kalau memang punya mobil, buktikan donk.................." demikian dia sambil isi angin ban sepedaku tetap ngotot nggak terima aku tadi sok tahu tentang angin ban mobil padahal menurutnya aku tidak punya mobil.
Begitulah. Tidak jarang penampilan wah, omong besar, lebih dihargai orang lain di jaman ini sehingga terkadang mati-matian dilakukan orang meski harus berbohong. Bukan kebaikan, kesantunan, kebenaran, kerendahan hati yang lebih dihargai.
*prihatin*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar