Halaman

Selasa, 24 Mei 2011

Jangan Membenarkan Yang Biasa, Tapi Biasakan Yang Benar

Awalnya, aku marah dan kecewa jika diperlakukan tidak adil, dzalim, jahat, dan curang. Lalu aku akan melihatnya dari sisi lain. Dan aku mencoba memaklumi tindakan orang lain tersebut. Aku berusaha sabar. Aku mencoba memahami mereka.

Misalnya saat orang curang dan jahat karena aku jujur dalam pekerjaanku. Saat mereka berusaha menyudutkanku hanya karena aku tidak sama dengan mereka, karena aku jujur dan mereka tidak, karena aku tidak mau mengambil yang bukan hakku dan mereka sangat menyukai bahkan cenderung tamak mengambil yang bukan hak mereka, bahkan saat mereka memfitnahku sehingga aku terkesan salah dan sangat buruk di mata banyak orang, dan mereka bebas sesuka hati menghukumku.

Awalnya aku kecewa, marah, sedih, kesal. Lalu aku ingat, bahwa jika aku mempunyai posisi lebih tinggi, maka aku harusnya memaklumi mereka, aku harus bersabar. Ya, aku mencoba memaklumi saja. Bisa jadi, bagi mereka pekerjaan itu sangat berarti sehingga demi mempertahankannya mereka rela jika harus curang, menjilat atasan, memeras siapapun yang bisa diperas, dan menginjak siapapun yang bisa diinjak, demi mereka bisa menjadikannya pijakan untuk naik. Sementara bagiku, pekerjaan itu hanyalah salah satu jalan bagiku untuk berbuat, beribadah, berbakti. Dan masih banyak cara lain jika pun aku harus kehilangan pekerjaanku itu.

Aku harus bersabar akan tingkah mereka, karena sabar memang hanya milik orang yang lebih tinggi kedudukannya. Jika lebih rendah namanya pasrah, karena tidak punya daya kekuatan. Aku harus bersabar untuk tidak melakukan sesuatu yang bisa membuat mereka kehilangan apa yang mereka puja puji, yang mereka agung-agungkan, sehingga untuk mempertahankannya mereka rela menyakiti orang lain, termasuk temannya.

Aku juga berusaha maklum saat mereka dengan rakusnya mengambil segala yang bisa diambil, meski itu hak orang lain, merugikan bahkan membuat orang lain (banyak) tersakiti. Entah kenapa pula mereka marah dan memusuhi aku yang tidak seperti mereka. Mungkin......... mereka sangat membutuhkan segala rupa harta itu, sehingga mereka berusaha mati-matian mendapatkannya meski haram sekalipun. Mungkin lagi, mereka yakin hanya akan bisa mendapatkan harta itu dengan cara seperti itu. Curang, jahat, rakus, tamak, dan menyakiti orang lain, merugikan orang banyak. Sementara aku......... aku tidak membutuhkan harta haram, harta rampasan, hasil memeras, harta sogokan, dan harta orang banyak..........harta rakyat. Dan bagiku, jika memang hakku, maka harta akan datang sebanyak yang aku butuhkan, tanpa aku harus berbuat curang dan jahat. Aku hanya harus mengusahakan dengan cara yang Allah sukai.

Lalu.............. kenapa sampai sekarang aku masih memperjuangkan hak-hakku? Hmm.......... pastinya! Karena aku adalah seorang ibu. Aku harus memperjuangkan kebenaran, aku harus memperjuangkan keadilan, aku harus memperjuangkan hakku. Meski aku tahu............ di jaman seperti ini, di masyarakat seperti ini, keadilan adalah barang mewah kalau tidak boleh kusebut mustahil terjadi. Kebenaran seakan hanya kamuflase. Kejujuran hanya dilakukan dan dibela jika sesuai kepentingan.

Namun aku tidak peduli! Meski masyarakat dominan melakukan ketidak jujuran, kemunafikan, kecurangan, kebohongan, hipokrit, lalu yang jujur dianggap salah, aku tetap akan berpegang teguh pada prinsipku. Aku tetap akan membela kebenaran, aku tetap akan mendidik anak-anakku dengan kebaikan.

Ya..................... Aku tidak akan membenarkan yang biasa dilakukan oleh banyak orang, karena orang banyak belum tentu yang benar.

Menurutku, seharusnyalah: Jangan membenarkan yang biasa, namun biasakan yang benar. Apapun resikonya.

Tidak ada komentar: