Halaman

Rabu, 30 November 2011

Emang Punya Mobil??

Hedonism, konsumerisme, matrek, atau apa ya jaman ini?

Kali ini aku ingin cerita tentang pengalamanku sendiri. Aku terbiasa naik sepeda mini, kendaraan dinas pribadiku jika hanya untuk seputaran komplek rumahku. Bukan sepeda keren, sepeda mahal, atau sepeda lipat yang lagi tren sekarang, tapi sepeda mini. Hahaha..........Seru! Sambil menyelesaikan urusan aku bisa berolah raga dan bertegur sapa kiri kanan. Satpam, tukang ojek, tukang sayur, tukang ayam, semua pasti akan tersenyum riang menyapaku jika berpapasan. Kadang pulangnya aku membawa sedikit lebih kue untuk sekedar snack pagi buat satpam dan tukang ojek yang ada di pos dekat rumah..

"Pagi Bu Haji." begitu mereka menyapaku. Sapaan yang pernah dipertanyakan oleh Princessku.

"Mama, emang Mama itu terkenal ya? Kok banyak banget sih orang yang kenal Mama dan malahan tahu kalau Mama sudah pernah pergi haji?" pertanyaan heran bercampur tatapan takjub dari mata bening itu selalu membuatku tak kuasa menahan gemes dan pasti langsung aku peluk dan cium pipi chubynya.

Hari itu urusanku ke bank dekat rumah. Agak takut karena meski hanya beberapa meter aku harus melewati jalan raya dengan naik sepeda. Hiiii........serem, gimana kalau kesenggol mobil, motor, angkot, metromni? Kadang sesampainya di jalan raya (keluar komplek) aku turun dari sepeda dan menuntunnya sampai parkiran. Di bank Alhamdulillah tidak terlalu ramai dan karyawanku, bagian keuangan sudah menunggu di sana lengkap dengan semua keperluan kami sehingga aku tinggal cek sedikit, tandatangan, lalu ketemu kasir, dan selesai. Tidak sampai 15 menit urusanku klaar.

Karena ban sepedaku agak kempes, aku memutuskan mampir bengkel dekat situ untuk isi angin. Ada sebuah mobil cukup baru (plat nomernya tiga digit di belakang) sedang ngisi angin juga. Kudengar bapak yang membawa mobil itu sedang bercerita ke tukang bengkel bahwa itu mobil biasa dipakai anaknya kuliah. Terlihat binar kebanggaan sekaligus suara agak sombong di sana. Aku hanya tersenyum sendiri saja. Dan tukang bengkel mendengarkan dengan kagum sesekali bertanya dan kembali berdecak penuh kekaguman.

"Maaf Pak, apa tidak kebesaran ya kalau diisi 60?" tanyaku reflek mendengar bapak itu akan isi ban mobilnya sebesar itu, karena aku sendiri jika isi angin untuk mobilku hanya 32-35. Aku khawatir dia salah sebut angka yang akan menyebabkan bahaya.

Kontan mereka berdua menatapku tajam. Si Bapak lalu ramah mengatakan memang mobilnya biasa diisi 60. Lalu dia mengajakku ngobrol sambil menunggu mobilnya selesai. Dari obrolan kami, ternyata dia bilang pernah tinggal di komplek yang sama denganku, namun sudah tidak di sana lagi. Setelah aku tanya di blok mana? Yang dia sebut adalah alamat yang aku kenal pemiliknya, tapi bukan dia. Agak heran, namun aku tidak menunjukkannya. Tanpa kutanya, mungkin juga tanpa dia sadari, terbersit kesan bahwa dia adalah mantan sopir dari tetanggaku itu.

'Wah, hebat nih bapak.' Pikirku.Mantan sopir tapi sekarang anaknya kuliah naik mobil baru. Tapi kemudian dia menyebut nama anaknya, kuliah di mana......lho?? Aku tahu anak itu anak siapa, dan bukan anak dia. Hehehe................rupanya ini bapak masih sopir, hanya pindah majikan. Dan yang dia bilang anak adalah anak majikannya. Ya, sudahlah aku tidak ingin membuat dia malu. Aku biarkan saja dia dengan kesombongan palsunya. Kasihan......

Selesai mobilnya, bapak itu pergi dan tibalah giliranku isi angin untuk sepeda mini pink ku.

"Emang Mbak punya mobil gitu?" tiba-tiba aku dikagetkan dengan pertanyaan mengejek dari tukang bengkel yang tadi terkagum2 dengan bapak tadi. Padahal bapak tadi berbohong.

"Kalo emang punya, coba aja bawa sini." lanjutnya sinis sambil tak henti memperhatikanku dari ujung jilbab sampai ujung sandal, dari sepeda sampai sepeda ya hanya sepeda yang dia lihat. Celana panjang jeans, kaos lengan panjang, jilbab kaos, sandal, tanpa make up dan tanpa perhiasan sama sekali. Karena aku terlihat miskin, maka dia tidak menghargai, terkesanmengejek, menghina, curiga, tidakpercaya.

Hahaha.......................geli sekali sebenarnya aku dibuatnya. Dia bisa kagum meski bapak tadi bohong. Tapi dia sangat sinis padaku karena aku naik sepeda dan mungkin menurutnya aku tidak pantas punya mobil. Gak ada tongkrongan punya mobil. Aku memang tidak pernah ke bengkelnya karena bengkelnya bengkel motor. Lha aku tidak bisa naik motor. Kalau service mobil, aku sudah punya langganan yang mana aku tinggal telpon maka montir akan datang ambil dan nanti mengembalikan ke rumah. Kalau keluhanku ringan, maka service malah dilakukan di rumah. Lagian emang kenapa kalo aku tidakpunya mobil? Apa iya harus menghargai orang hanya karena kekayaannya?

"Oh.......tolong isi anginnya mas. Saya pakai sepeda saja." jawabku tetap sopan.

"Kalau memang punya mobil, buktikan donk.................." demikian dia sambil isi angin ban sepedaku tetap ngotot nggak terima aku tadi sok tahu tentang angin ban mobil padahal menurutnya aku tidak punya mobil.

Begitulah. Tidak jarang penampilan wah, omong besar, lebih dihargai orang lain di jaman ini sehingga terkadang mati-matian dilakukan orang meski harus berbohong. Bukan kebaikan, kesantunan, kebenaran, kerendahan hati yang lebih dihargai.

*prihatin*


Senin, 28 November 2011

Nggak Tambah Gede

Minggu pagi sebelum ke pasar tradisional untuk membelikan makanan buat ayam-ayam sekalian klinong-klinong boncengan motor berdua pacarku, kami dihadang oleh satpam RT. Ternyata dia minta sumbangan untuk acara menyambut 1 Muharam dan berpesan padaku agar mau menyiapkan pakaian bekas keluargaku.


"Kalau sudah dipak panggil saya aja Bu, nanti saya ambil." begitu katanya.

Sebenarnya aku tidak terbiasa memberikan baju bekas kami ke orang lain. Nggak enak rasanya memberi pakaian bekas kami. Pakaian kami bukanlah pakaian bagus, branded, atau berharga mahal. Tentunya bekasnya juga tidak bagus. Kami terbiasa membeli apa-apa sesuai keperluan. Bukan karena merk, gengsi, atau karena sedang tren. Jadi, mahal atau murah juga sesuai keperluan dan sesuai kantong kami tentunya. Meski demikian tidak jarang orang minta pakaian bekas anak-anakku untuk anak-anak mereka. Yah, masuk akal karena anak-anakku memang tumbuh agak cepat sehingga pakaian cepat sempit sebelum terlalu lusuh. Jika demikian, barulah aku berikan pakaian bekas kami. Karena diminta.

Mulailah aku dan Princess si perangkoku berburu pakaian bekas. Kamar demi kamar kami masuki, bergerilya mencari pakaian yang sudah sempit namun masih sering dipaksain untuk dipakai jika mereka suka dan pakaian yang jarang dipakai hingga akhirnya sempit meski masih kelihatan baru. Hmm......ternyata lumayan juga. Kardus bekas air mineral tidak bisa menampungnya. Ok, aku masih punya kardus lain di gudang. Hunting berlanjut.....

Sampai di kamarku, aku bongkar lemari pacarku. Alhamdulillah......aku menemukan beberapa celana panjang, kemeja, dan kaos-kaos yang kalau dia pakai sudah seperti lepet. Hahaha..........memang rupanya pacarku sudah lumayan besar. Aku nggak akan bilang gendut lho, katanya sih jangan singgung masalah berat badan laki-laki dewasa karena itu sensitif sebagaimana jika menyinggung usia perempuan dewasa.

Selesai ngobrak-abrik lemari pacarku, aku beralih ke lemariku.

"Mama..........ngapain ke situ?" tanya Princessku setengah melarang.

"Ya cari baju mama lah cantik. Emang kenapa nggak boleh?" jawabku heran, kenapa dia ngelarangku ya.

"Ya bukan gitu Ma, kalau baju adek, mas-mas, papa kan pasti ada yang sudah kesempitan. Kalau baju mama nggak akan ada. Suer! Adek jamin." katanya serius namun tetep aja lucu.

"Kenapa adek bilang gitu?" tanyaku penasaran.

"Ya kan Mama kan nggak tambah gede kayak kami. Mama nggak tumbuh, nggak tambah gede, nggak tambah tinggi, nggak tambah gendut juga, keciiiil terus. Makanya Mama makan yang banyak, yang bergizi, minum susu, trus bobok yang cukup supaya tumbuh besar, biar nanti pakaiannya ada yang sempit. Kan saat kita bobok itu kita tumbuh." jawabnya kalem persis seperti jika aku menasihatinya saat dia susah makan, susah tidur, yang membuatku pengin gubrrraaaagggggg!!!!!!!!!!!

Dasar copycat!