Foto gak nyambung ya? Hihihi.................gakpapalah, apalah apalah foto gak nyambung wis biarkan saja. :D
Hari ini siang aku sudah sampai rumah. Seperti biasa bercanda2 dengan berlian2ku, masak bareng, lihatin mereka ledek2an, tebak2an, saling hukum jika ada yang tebakannya salah, lalu ngemil hasil masakan kami tadi. Entah kenapa sambil leyeh2 aku ketemu dan membaca kisah Shizuko, anak SMA Bekasi yang meninggal saat mendaki gunung. Biasanya aku langsung tutup bacaan seperti ini karena hatiku sungguh sakit dan tidak bisa berbuat apa2 semakin membuatku sakit. Kali ini malah beberapa link kubaca, diantaranya ini: http://www.merdeka.com/peristiwa/seorang-pelajar-sma-shizuko-rizmadhani-meninggal-di-gunung-gede.html dan link lain sampai kaskus yang membahas masalah ini. Belum selesai membaca aku sudah gak kuat, aku menangis sejadi2nya. Untung aku sendirian di kamar dan berlian2ku sedang bermain barengan dari yg kelas 3 SD sampai si anak kuliah, adik kelasku.
Aku membayangkan, anak2 SMA ngurusi temannya yang hipotermia bisa jadi hanya dengan kemampuan yang sekadarnya, bekal seadanya, di tempat seperti itu, tanpa orang dewasa atau yang lebih paham. Lalu mereka tandu temannya itu turun sampai ketemu pendaki atau penjaga aku gak terlalu paham karena membaca sambil sesenggukan, yang menyarankan mereka dan membantu menangani korban yang sakit di kandang badak karena jika langsung dibawa turun rawan. Sampai anak tersebut meninggal di sana. Takdir? Mungkin banget. Tapi???? Sudahkah anak2 itu dibekali kemampuan survival di medan seperti itu? Kemampuan menolong orang lain? Kemampuan berkoordinasi, bersikap, berpikir, bertindak, dll dll sebagai seorang pendaki gunung? Dan..............dadaku sakiiit, sesak, rasanya ingin teriak kuat2. Harus berapa banyak anak Indonesia seperti itu??
Anak2 itu bisa jadi jagoan matematika, IPA, IPS, bahasa asing, dll kemampuan akademis yang memang sejak mereka kecil selalu dijejalkan ke kepala mereka sesuka orang dewasa di sekitarnya. Selain sekolah yang full mereka masih harus les ini itu, bimbel sana sini, kursus berbagai bahasa, dll dll. Bisa jadi juga.....sebenarnya passion mereka adalah berpetualang di alam bebas, jadi seharusnya mereka dimerdekakan dengan bisa belajar dan mendalami berbagai ilmu dan keahlian survival. Beri mereka kebebasan memilih untuk menjadikan ilmu2 berpetualang sebagai pelajaran utama dan menjadikan kemampuan akademis sebagai extra kurikuler mereka. Beri mereka guru hebat, fasilitasi dengan berbagai hal sesuai kemampuan orangtuanya seperti halnya para orangtua rela membayar mahal untuk buku, gadget, les, kursus, dan sekolah mahal untuk akademis mereka.
Apa iya selalu akademis adalah hal utama yang harus hebat dari semua anak Indonesia? Tidak bolehkah anak2 itu hebat di bidang lain? Tidak bolehkah anak2 menjadi seorang yang handal dalam berpetualang, survival, membantu orang, menjadi anggota tim SAR yang jagoan, menjadi kontributor natgeo yang handal, dan semua itu ditekuni sejak dini sejak ABG dengan mengutamakan ilmu dan keahlian itu serta menjadikan akademis sebagai tambahan saja? Tidak bolehkah anak Indonesia jago masak dan menjadi chef kelas dunia dengan mendalami masak memasak sejak dini bagi anak yang suka masak? Bolehkah anak2 itu menjadikan kemampuan memasak sebagai keilmuan dan keahlian utama sedangkan akademis adalah ekstra kurikuler mereka? Bolehkah anak2 Indonesia jago menyulam dan mendalaminya sejak dini sebagai hal utama sedangkan akademis sebagai ekstra kurikulernya?Bolehkah anak Indonesia menggeluti fotographi sejak dini, mendalaminya, mengutamakannya, dan akademis hanya sebagai ekstra kurikuler saja? Bolehkan anak Indonesia suka musik, mendalami, mengutamakan, dan akademis hanyalah sebagai tambahan saja? Bolehkah anak Indonesia mendahulukan mengasah kemampuan keilmuan keahlian menari dan menjadikan akademis sebagai pelengkap saja?
Bolehkak anak2 Indonesia merdeka dalam belajar dalam menempa diri dalam menyiapkan diri sebagai berlian bangsa ini???
#selalu berharap, berupaya, berdo'a.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar